Profil Pengusaha Salak Nisro

Ceritanya ketika kerusuhan 98 pecah, masyarakat desa juga terdampak hingga rusuh dimana- mana. Mereka mulai menjarahi aset Perhutani. Kerusuhan moneter 1998 berimbah rusaknya tatanan batas hutan. Apakah hutan rakyat ataupun hutan Perhutani terkena perusakan.
Sigap mereka menghadang masyarakat dari luar masuk merusak hutan. Penjarahan besar- besaran itu berhasil dihindari berkat Nisro. Waktu itu, Nisro menjabat Kepala Desa baru setahun, dia sudah rajin menyadarkan warga tentang pentingnya hutan.
Baik secara ekosistem tetapi juga aspek ekonomi. Sukses Nisro berkat menekankan bahwa hutan bisa menghasilkan juga. Selama kita bisa mengolah hutan tetap ada. Disisi lain bisa dimanfaatkan seperti lahan tanpa dirusak. Hutan tetap menjadi hutan. Ada cara bagaimana menghasilkan uang dari hutan alami.
Bisnis Pohon Salak
“Hutan tidak hanya menanam pohon,” tuturnya. Jika pohon ditanam, dampak pada masyarakat akan sulit dirasakan langsung. Alhasil masyarakat desa tetap miskin, hingga menjadikan hutan jadi lahan adalah pilihan.
Hutan harus juga bermanfaat secara sosial- ekonomi. Nisro menyadari ada komoditas ini. Pohon buah salak memiliki sifat ganda: Melestarikan hutan karena ini dapat ditanam liar. Dan akhirnya, mereka juga menghasilkan uang ketika dijual.
Dia melihat bagaimana hutan Perhutani berubah menjadi lahan salak. Tidak salah. Tetapi perluasan lahan akan mengurangi fungsi hutan. Mangkanya Nisro mengajari masyarakat desa agar tetap bisa menanam. Inilah cara Nisro menghasilkan semangat masyarakat melestarikan hutan.
Hingga hutan kawasan Kecamatan Leksono, termasuk di Desa -nya, tetap asri karena dijadikan lahan hutan yang produktif. Lahan seluas 69 hektar milik Perhutani, dimana ratusan pohon pinus masih utuh. Nisro yang juga merangkap Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), menjelaskan:
Izin menanam salak di bawah tegaknya pohon pinus tiap dua petak, luas tanah 19 hektar. Lahan itu menghasilkan 16.000 harapannya 24.000 pohon. Nisro juga memberikan saran kelompok tani Sido Mulyo, pada tegakan pohon pinus, bawahnya bisa ditanami albasi.
Pohon Albasi tertanam 16.623 pohon. Hasilnya penghasilan tambahan bagi 510 anggota Sido Mulyo. Dalam setahun mendapatkan tambahan Rp.6 juta per- orang. Bertambah penghasilan, maka warga semakin meningkat kesejahteraan, terlepas dari kemiskinan, sementara pohon hutan tetap lestari.
Menanam salah menggunakan teknik tumpang sari. Pengusaha ini mengatakan inilah yang pertama. Menanam salak diantara tegak pohon pinus. Dan hasilnya ternyata mengejutkan kita. Buah dihasilkan lebih sedap, tidak merusak pohon pinus, bahkan masih bisa ditanami tanaman lain.
Umur empat tahun barulah pohon salak berbuah. Hasil panen ternyata baik. Normal menghasilkan banyak buah. Ini mematahkan mitos “gagal menanam salak dibawah pohon pinus”. Berkat teknik ia sarankan ini. Nama Nisro menjadi pemenang Kepala Desa Penggerak Pembangunan Hutan.
Nama kelompok tani mereka, Sido Mulyo, menyabet gelar juara kelompok tani hutan berprestasi. Dia yang hanya lulusan SMA. Membuktikan bahwa menjadi pengusaha bukan tentang ijasah. Tetapi cara kita menganalis dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
“Mengajak warga melestarikan hutan harus semangat berbagi,” jelasnya.
Hutan asri juga bisa memberikan penghidupan. Bagaimana masyarakat bisa hidup layak. Maka hutan harus dijaga. Tahun 2008 panen mereka mencapai 36.000 pohon dan 60 persen panen. Perlu diketahui pohon salak berbuah sepanjang tahun dengan masa umur 10 tahun.
Sementara usia pohon disana 4- 5 tahun. Cukup buat mengganti pohon baru menjaga ketersediaan. Ia menyebutkan per- pohon menghasilkan Rp.12.500 per- hari. Satu petani memiliki 25- 50 pohon buah salah. Tahun 2009 akan ada pohon salak baru sampai 1000 pohon.
Sepuluh tahun berjuang melestarikan hutan. Juga memberikan kemaslahatan ke masyarakat. Pohon albanian dan salak menjadi saksi. Nisro memiliki mimpi menjadikan desa wisata. Desa Kalimendong menjadi objek wisata, dengan ketinggian 1.100 diatas permukaan laut, hawa sejuk, 16km dari Kota Wonosobo.
Penduduk desa ada 3.308 jiwa atau 713 keluarga, telah berhasil menjaga kelestarian hutan. Mereka juga menghasilkan penghasilan dari albasia dan salak. Dibanding memilih menjadi petani jagung atau cengkeh, membuka lahan dari hutan, penghasilan mereka lebih baik.
Akhirnya kesadaran menanam pohon salak tersebar ke desa tetangga. Menyebar ke 14 desa di dua kecamatan berbeda, yaitu Desa Leksono dan Sukoharjo. Pihak Perhutani pun diajak bekerja sama. Dari hutan milik pemerintah menghasilkan uang. Dimana warga membiaya 1000 setiap pohon salak.
Di hutan milik negera, yang dijaga Undang- Undang, petani menghasilkan Rp.200 per- pohon dan pihak Perhutani mendapatkan Rp.800. Uang tersebut dimasukan kas LMDH Desa. Kemudian ada 40% albanian buat Perhutani, 20% LMDH, dan Pesanggem 40%.
Sukses menciptakan kondisi lebih baik. Masyarakat yang sangat menghargai hutan. Mereka menjadi lebih peduli tentang hutan. Kemudian mampu meningkatkan perekonomian. Apakah hal lain akan dia wujudkan. Adalah Desa Wisata, ia ingin tamu datang berkunjung menikmati alam dan lezatnya buah salak.
“Saya ingin tak hanya untuk studi banding,” jelasnya, ingin orang datang karena ingin menikmati indahnya lereng Gunung Sumbi.
Agar mendukung ini banyak hal dilakukan. Salah satunya, ia mendirikan satu dari tiga gardu pandang di lereng agar pengunjung menikmati pemandangan. Nisro juga merintis usaha kambing ettawa dan kambing lokal. Ternak kambing mencapai 1.800 ekor, memanfaatkan tanaman penganggu buah.