Selamat Hari raya Idul Fitri. Foto: Detik.com |
Keluarga ku yang semoga dirahmati Allah.
Atas landasan iman kita semua bersaudara. Tanpa sekat apa pun, baik itu suku, warna kulit, Bahasa, atau pun negara. Semua menjadi keluarga atas kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ. Mari kita bersyukur masih dalam keadaan muslim dan mu’min di hari ini, hari raya Idul Fitri. Sebab ini semua sudah rencana Ilahi.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, sayyidina Muhamad SAW. Beserta keluarganya, parasahabatnya, begitupun para pengikutnya yang setia. Semoga kita termasuk umatnya yang mendapat syawafaatnya di hari kiamat kelak.
Keluargaku sekalian!
Buya Hamka pernah berkata: “Kalau hidup hanya sekadar hidup, kera di rimba juga hidup. Kalau hidup hanya sekadar kerja, kerbau di sawah juga kerja…”
Lantas pertanyaannya: Apakah hidup ini makin berarti? Apakah momen Ramadhan menambah kecintaan pada sang pencipta? Apa yang bisa menuntun kita untuk lebih baik?
Jawabannya adalah ilmu. Ilmu adalah lentera di kegelapan hati dan akal. Dengan ilmu semua bisa menjadi lebih baik. Sebab kewajiban menuntut ilmu tak pandang umur, terutama ilmu syar’i. Sejak lahir hingga berbaring di liang lahat.
Allah telah menciptakan semesta ini dengan kecintaan, dan mengurusi kita semua dengan kecintaan. Tak pernah luput satupun dari pandangan Dan pemeliharaan-Nya. Tak pernah mengantuk apalagi tidur.
Jika Allah cinta kita, bagaimanakah membalas cinta-Nya?
Yaitu dengan menunaikan Hak-Nya dan pasti Allah juga tunaikan hak kita. Suatu ketika Nabi bersabda kepada Abu Hurairah:
“Wahai Abu Hurairah, ‘apakah kamu tahu apa hak Allah atas hamba-Nya? Dan apa hak hamba atas Allah?”
Abu Hurairah menjawab:
“Allah dan Rasullnya itu lebih tahu!”
Rasulullah menjawab:
“Hak Allah atas hamba, adalah hamba beribadah hanya pada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah tidak akan mengadzab hamba yang tidak menyekutukannya.” (HR. Musaddad)
Sedikit kalimat ini jadi renungan yang sangat bermakna untuk kita. Mengapa kita bisa lantang mengatakan: “Ini tanah milik saya! Harta ini milik saya!” dengan bangga dan yakin. Bagaimana dengan shalat dan puasa kita? Apakah kita sudah yakin dan bangga mengatakan “Itu semua milik Allah!”.
Kenapa kita dibiasakan mengutarakan niat:
أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Sebab lisan ini bisa menggoreskan luka. Dan dengan niat kita menuliskan bahwa ibadah ini milik Allah, dan hanya untuk Allah semata. Setiap hari dilafalkan hingga sadar, terbiasa, bangga, dan yakin bahwa ibadah ini milik Allah, haknya Allah. Walapaun tanpa imbalan.
Hingga ingat Allah tanpa harus imbalan surga, menunggu sertifikasi, diangkat PNS, dagangan bakso, pecel, dan martabaknya laris, nunggu jadi Kabag (Kepala bagian), dan juga tidak menunggu musibah datang tabrakan, sakit dan lainnya. Sebab ibadah memang milik Allah, dan kita manusia yang tercipta dari tanah hanyalah hamba dan budak.
Demikianlah yang Nabi ajarkan:
إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
“Sesungguhnya shalatku, sembalihanku, masa hidupku, dan matiku hanya milik Allah Rabb semesta Alam.”
Dalam Hadits Qudzi:
“Demi jiwaku yang berada di kekuasaannya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah dari pada aroma minyak wangi. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya orang yang puasa rela meninggalkan syahwatnya, makannya, dan minumnya hanya karena Aku. Dan puasa adalah spesial milikku dan Aku yang akan mengganjarnya. Setiap kebaikan itu dilipat gandakan 10X hingga 700X kebaikan. Kecuali puasa, sebab ia khusus untukku dan Aku sendiri yang akan menentukan pahalanya.” (HR. Bukhari)
Kesimpulan dan jawaban pertanyaan di awal. Hidup kita makin berarti dengan cinta pada Allah, dan membuktikan cinta kita pada-Nya.
Mudah-mudahan Ramadhan ini makin berarti dalam hidup kita dari yang lalu. Dan makin cinta pada Sang Maha Kuasa. Makin senang menjadi hamba-Nya, sebab hidayah ini mahal harganya. Tidak semua manusia mendapatkan manisnya hidayah. Dan butuh bukti dan perjuangan untuk mendapatkan ridhanya.
Semoga semua yang kita ke
rjakan di Ramadhan kali ini mendapatkan ganjaran spesiar dariNya. Dan semoga amal kita diterima dan diridhai di sisi-Nya.
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ— تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمْ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
Sedikit Syair
Hujan Api Palestine
Iman mereka jauh lebih teruji.
shalat dengan todongan laras panjang.
Puasa dengan dibayangi takdir kematian.
Tulus ikhlas mereka hanya untuk Sang Maha Esa.
Kala Muslimin gembira di bulan suci.
Hujan api menghujam bumi palestina.
Bangunan lebur berantakan.
Renggut banyak nyawa melayang.
Kehilangan merasuk dalam jiwa.
Ditinggal pergi bagian tubuhnya.
Tetesan darah, luka, jadi saksi perjuangan.
Menjaga belahan bumi para pejuang.
Bumi yang berkah lagi indah.
Daratan al-Quds arah kiblat pertama.
Bumi umat Islam sedunia.
Berikut bumi merah berpeluh darah.
Doa umat Islam tiada henti,
iringi para pejuang masjid suci.
Harta jiwa jadi pengorbanan.
Kobaran Api perjuangan yang tak tertahan.
Pasti Sang Maha Raja tentukan kemenangan.
Kamar kalajengking, (Petiyin, Jatim 12 Mei 2021)