Profil Pengusaha Arie Setya Yudha

Bisnis Pakaian Militer
Dari sinilah pesanan terus mengalir, hingga akhirnya dari setiap desain yang dibuat dibanderol seharga Rp. 560 ribu hingga di atas Rp 2 juta.
“Kami hanya pesan kainnya di Malaysia, untuk proses jahit tetap kami yang melakukan,” tuturnya.
Tak ayal harga yang dibandrol bisa dibilang kelas premium. Ia menambahkan karena sifatnya yang juga sebagai proteksi maka perlu perlakuan spesial seperti bahan impor. Dia bahkan menolak mengirim barang yang dianggapnya gagal.
“Dengan para vendor kami belum pernah tatap muka, semua menggunakan jasa online,” kata bungsu dari empat bersaudara ini.
Sebagian besar konsumennya adalah mereka orang- orang militer, kepolisian, pekerja tambang, maupun penggemar permainan airsoft gun.
Pasaran PT. Molay Satria Indonesia telah tembus Italia, AS, Swedia, Kanada, Austria, dan Norwegia. Usahnya memanfaatkan internet melalui forum Kaskus lalu forum dan situs jual beli asing. Permintaan akan Molay Military Uniform Devision terus meningkat ditiap tahunnya.
“Hingga akhir tahun kita targetkan mencapai angka Rp 3 miliar,” ungkapnya.
Selain pemasaran melalui media internet, Arie menggunakan reseller atau distributor ke daerah- daerah. Ada dealer resmi seperti di Jakarta Utara. Secara finansial kini Arie sudah tak lagi mengandalkan kiriman kedua orang tuanya untuk melanjutkan kuliah.
Pengusaha Mahasiswa
Setelah mendapatkan banyak pesanan ia membuka rumah produksi di kawasan Yogyakarta. Modal sebesar Rp 25 juta dari keuntungan usaha yang dikumpulkan selama ini, Arie membeli mesin jahit dan beberapa peralatan lainnya untuk produksi lebih banyak.
Pria berusia 24 tahun ini terus mengembangkan usahanya dengan modal terbatas dan seadanya. Apa yang bisa diharapkan dari seorang mahasiswa. Kendati tak punya latar belakang di bidang konveksi, Arie merasa hal itu tidak menjadi kendala.
Sepanjang tahun 2013 saja, ia mengaku bisa mengantongi omzet sebesar Rp 1,5 miliar. Pada delapan bulan pertama di tahun ini, omzet usahanya sudah sudah mencapai Rp 2 miliar saja. Dia optimistis hingga akhir tahun 2014 bisa saja mencetak omzet hingga Rp 3 miliar.
Meski sudah mendapatkan barang bagus dari luar, tetap ada pemasok yang tak masuk kretiria kerjanya. Terkadang ia juga mengeluh soal tenaga penjahit. Kapasitas produksinya sudah terlalu besar untuk pasar kelas garmen kecil. Saat ini rata-rata produksinya minimal 200 seragam per bulan.
Sukses di pasar internasional kebanyakan adalah mereka para pembeli ritel, merkea yang mendapatkan informasi produknya dari internet.