Sesuatu masalah yang terlihat dan bisa dirasakan apalagi juga memiliki dampak jangka pendek tentu mudah untuk dipetakan dan dicarikan solusinya. Tetapi jika sebaliknya yakni tidak terlihat, sulit dirasakan dan dampak atau efek bersifat jangka panjang tentu lebih sulit dipetakan apalagi dicari solusinya. Penggunaan bahan bakar fossil khususnya batubara pada sejumlah boiler industri sebagai contohnya. Efek emisi gas buang berupa COx, NOx dan SOx mungkin sulit di deteksi pada awalnya tetapi menciptakan kerusakan lingkungan dalam jangka panjang. Demikian juga logam berat seperti mercuri yang juga memiliki efek jangka panjang. Sedangkan polusi abu terbang (fly ash) maupun abu tungku boiler (bottom ash) jelas lebih mudah dirasakan efeknya. Pada kasus yang lebih besar atau skala global yakni perubahan iklim dan pemanasan global akibat gas rumah kaca khususnya CO2 (karbon diksida) maka juga dibutuhkan konsesus global untuk pemecahan masalah tersebut. Hal itulah yang membuat konferensi bumi tentang perubahan iklim (UNFCC) selalu diadakan setiap tahun, yang tercatat sampai saat ini telah 27 kali dilaksanakan, terakhir tahun 2019 lalu di Madrid, Spanyol sedangkan yang seharusnya dilaksanakan tahun 2020 diundur tahun 2021 karena pandemi COVID-19. Bahan bakar fossil termasuk batubara adalah bahan bakar carbon positive sehingga penggunaanya akan meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer, sedangkan bahan bakar biomasa seperti wood chip, wood pellet, wood briquette dan cangkang sawit adalah bahan bakar carbon neutral. Dikatakan carbon neutral karena penggunaan bahan bakar tersebut karena tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer.
Boiler adalah peralatan penting bagi operasional sejumlah industri. Fungsi utama boiler adalah menghasilkan steam (uap panas) yang digunakan pada proses produksi industri tersebut. Tetapi ketika boiler tidak dioperasikan dan dirawat dengan baik maka boiler bisa membahayakan. Keberlangsungan operasional produksi juga sangat tergantung peralatan ini, sehingga terganggunya operasional boiler akan berpengaruh signifikan pada produksi tersebut. Boiler juga terdiri dari sejumlah subsistem yang bekerja secara harmonis, seperti boiler burner dan kontrolnya, water treatment untuk penyiapan air umpan boiler, fuel handling dan feeding dan sebagainya. Kadang-kadang sejumlah subsistem tersebut disuplai dari sejumlah vendor yang berbeda, sehingga menyinkronisasi antar subsistem tersebut sangat penting. Hal tersebut membuat operasional boiler aman, efisien, handal dan meminimalisir downtime boiler tersebut. Dan dari semua subsistem dalam boiler tersebut, burner system adalah subsistem paling canggih dalam unit boiler tersebut. Burner system tersebut memiliki sejumlah mode operasional yang membutuhkan extensive training dan/atau pengalaman bagi para operator boiler untuk dipahami dengan baik.
Saat ini sudah mulai sejumlah industri yang beralih dari bahan bakar fossil ke bahan bakar biomasa tersebut. Pada industri yang sebelumnya menggunakan bahan bakar padat perubahan teknis atau modifikasi tungku (furnace) pembakarannya bisa minor, sedangkan industri yang sebelumnya menggunakan bahan bakar gas atau cair maka hal yang biasa dilakukan adalah dengan mengganti unit boiler (termasuk tungku) tersebut. Penggantian unit boiler tersebut tentu juga diikuti sistem pendukungnya seperti gudang penyimpanan bahan bakar, pengumpanan dan sebagainya. Bahan bakar minyak bumi (BBM), batubara dan gas alam adalah bahan bakar konsisten dengan kualitas standar dan kontaminan atau pengotornya telah diketahui dan dipelajari berpuluh-puluh tahun. Sedangkan dengan biomasa ada sejumlah pilihan dan setiap sumber juga unik dan juga level kontaminannya.
Dalam kasus tertentu industri yang akan beralih menggunakan biomasa yakni cangkang sawit sedang sebelumnya menggunakan bahan bakar gas, maka industri tersebut perlu mengkaji dan menganalisa implentasi penggunaan cangkang sawit tersebut. Dan dikarenakan penggunaan cangkang sawit untuk bahan bakar industri relatif baru, maka industri tersebut bisa menggunakan data lamanya tentang operasional tungku mereka dengan bahan bakar gas dan membandingkan dengan tungku yang menggunakan bahan bakar padat seperti batubara – yang umumnya digunakan industri saat ini. Walaupun cangkang sawit juga merupakan bahan bakar padat, tetapi ada sejumlah karakteristik yang membedakan dengan batubara. Selain itu pembakaran gas bisa dikatakan proses pembakaran paling ideal yakni ditinjau dari stoikhiometri atau kesempurnaan pembakaran tersebut dibanding pembakaran bahan bakar cair maupun padat. Ukuran partikel besar seperti batubara juga akan berpengaruh pada pembakaran dan juga membuat suatu bahan bakar lebih sulit terbakar. Sehingga dari dari perbandingan tersebut bisa didapat tentang gambaran pembakaran cangkang sawit tersebut dan skema dibawah ini untuk menggambarkan kasus tersebut.
Dengan analisis yang memadai, perencanaan, dan merancang sistem, penggunaan bahan bakar baru khususnya biomasa seperti wood chip, wood pellet, wood briquette dan cangkang sawit bisa terimplementasi dengan baik. Harga energi dan peraturan masalah lingkungan menjadi daya dorong penggunaan bahan bakar baru tersebut. Tungku-tungku jenis fixed bed combustion yang paling umum digunakan pada sejumlah industri. Varian-varian tungku tersebut antara lain tipe grate furnace yakni travelling grate, fixed grate system, incline moving grate & horizontally moving grate, vibrating grate, cigar burner dan underfeed rotating grate, sedangkan tipe lainnyayakni underfeed stokers. Sedangkan tipe fluidized bed dan pulverized combustion pada umumnya digunakan oleh pembangkit listrik. Pertimbangan teknis pemilihan bahan bakar padat berbasis biomasa tersebut antara lain nilai kalor, kadar air, kadar abu, density/kepadatan, ukuran partikel, emisi, ketersediaan bahan bakar tersebut, dan kesesuaian dengan tungku pembakarannya. Pada akhirnya tingkat pembakaran paling optimal yang aman dan memenuhi standar lingkungan adalah tujuan penggunaan bahan bakar biomasa tersebut.