Profil Pengusaha Surat Wiyoto
Di Indonesia cuma terdapat satu pusat penangkaran merak terbukti sukses. Itu pun bukan milik pemerintah bukan pula kebun binatang manapun. Pria itu bernama Surat Wiyoto, yang berhasil menurunkan sampai ke keturunan ketiga. Loh bukannya merak itu binatang langka dilindungi? Yah, tetapi pengecualian buat sosok pria satu ini, pasalnya tidak ada lain sosok mengalahkan dia.
Hanya lah seorang petani biasa berasal Dusun Suko, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun. Ia menjadi sosok fenomenal seketika. Bayangkan di literatur manapun tidak pernah tercatat seperti kisahnya. Bukan isapan jempol, karena pemerintah sendiri menyaksikan bagaimana mereka “nyata”. Dia juga bisa membuktikan lewat silsilah biologis.
Jika biasanya merak cuma berada di kandang kebun raya atau taman wisata. Kini, kamu bisa mengunjungi langsung dan menatap langsung ke Dusun Suko. Letaknya memang jauh berada di dataran tinggi di kawasan hutan jati, jauh dari kebisingan. Mereka yang ditangkar sendiri adalah jenis merak hijau atau pavo muticus. Dari Kota Madiun, dibutuhkan sekiranya 1,5 jam memakai motor, hingga kita mencapai wilayah perbukitan itu.
Rumah Surat sederhana tidak tampak seperti sosok hebat. Pria 55 tahun ini mengaku kepada pewarta dari Republika tidak direncanakan. Ia sama sekali tidak khusus menangkar merak. Alkisah, ketika dirinya tengah mencari rumput di alas (hutan) kawasan Sampung, bertemulah sekelompok warga berkumpul. Ia melihat ada merak liar bersama mereka. Memang kawasan itu ramai cerita tentang merak liar penghuni hutan sekitar.
Sebagai hewan liar mereka sukar sekali dideteksi. Jikalau ditemukan warga, merak akan menjauh dan masuk ke hutan. Sampai di tahun 1999, ketika kembali mencari rumput, ia menemukan empat telur merak di hutan tempatnya mencari makan. Merasa tidak ada pemilik dibawalah pulang telur tersebut. Surat membawa telur sebesar telur angsa itu ke rumahnya.
Tidak untuk dimasak itulah pemikiran Surat. Sebuah firasat terbersit dalam dirinya agar tidak dimasak. Ia merasa akan ada hal baik soal keberadaan telur tersebut. Dibawalah pulang empat telur merak, lantas Surat tempatkan mereka di kandang ayam agar dierami.
Telur merak
Surat memanfaatkan ayam buat mengerami empat telur merak tersebut. Selang 15 hari, terlur itu menetas loh, siapa sangka ide sederhana itu berhasil menghasilkan. Empat merak kecil lahir jenis merak masing- masing itu dua jantan dan dua betini (F-0). Ia memisahkan mereka dari induk ayam. Proses tersebut terus dilakukanya memanfaatkan induk ayam.
Fakta dijelaskan oleh Surat bahwa merak dewasa enggan mengerami terlurnya. Ia pernah memaksakan induk merak buat mengerami telur; hasilnya nihil. Cara menangkar ya ketika sudah bertelur, Surat langsung bawa telurnya ke kandang ayam. Dierami lah telur- telur tersebut sampai menetas jadi merak kecil. Anehnya itu si indukan ayam selalu sukses menetaskan telur merak hingga menetas.
Cara merawat merak memang tidak tertulis. Ia hanya menyamakan mereka seperti layaknya ayam. Dia pakai cara tradisional merawat ayam ke anakan merak. Karena dianggap seperti ayam, maka makanan mereka pun jadi berupa jagung, pelet, sayuran. Pemberian makan tidak setiap hari, karena kita tau sendiri Surat itu bukanlah peternak sukses. Dia hidup sederhana dan makan seadanya begitu pula ternaknya.
Uang sebesar Rp.450 ribu untuk pelet tidak setiap hari. Terkadang ia bahkan bisa memberi makan mahal berupa beras merah. Karena tidak mendapatkan bantuan pemerintah setempat, usaha yang dilakukan pria ini cuma seadanya asal merak bisa tumbuh sehat. Memang beras merah dikenal memiliki manfaat memberikan stamina binatang unggas.
Apakah tidak dilarang mungkin pertanyaan menyeruak lagi. Yah, cobaan datang awal 2011, ketiga petugas Badang Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) melakukan operasi binatang langka. Maka Surat ketangkap tangan memiliki ungga langka dilindungi. Merak hijau memang masuk binatang langka daftar yang dilindungi. Ia tidak kehabisan akan agar merak- meraknya tidak disita oleh petugas.
Ia meminta bantuan dokter hewan yang sering ke kampungnya. Berkat bantuan mereka, petugas diyakinkan ini bukan sembarang merak. Kemungkinan karena merak tersebut merupakan keturunan kedua (F-1) dari indukan utama (F-0). Inilah mengapa pihak pemerintah rela menyerahkan nasib tumbuh kembang mereka ke Surat. Sesekali secara rutin mereka cuma mengontrol kesehatan mereka milik Surat.
Surat memegang surat ijin konserfasi merak. Kebahagiaan masih ditangan hingga malah kembali lagi datang seketika. Masa itu musim penyakit flu burung (H5N1) yang akhirnya membunuh merak miliknya. Total enam merak keturunan kedua atau hasil konservasi Surat mati. Mereka mati bersamaan terkana penyakit panas flu tersebut. Karena takut menular ke merak lain, maka Surat segera mengubur binatang langka tersebut jauh.
“Saya sampai menangis saat mengetahui merak peliharaan saya mati,” kenang Surat.
Melahirkan banyak
Beruntunga karena merak tersebut sudah beranak pinak. Tahun lalu sudah melahirkan sembilan ekor merak generasi kedua (F- 2) yang berusia enam sampai sembilan bulan. Jika biasanya mereka bertelur sekali, tapi entah tahun itu bisa bertelur dua kali, Surat terkejut akan hal tersebut. Mungkin kasih sayangnya membuat si merak merasa nyaman seperti rumah sendiri.
“Ini baru pertama terjadi selama saya memelihara merak,” akunya. Ini ditambah lima merak generasi pertama yang selamat dari flu burung total 14 ekor merak hijau.
Kemudian merak menjadi 14 ekor, yang dibaginya ke dalam enam sangkar di dua tempat berbeda. Kandang sederhana seluas 5×4 meter disekat tiga bagian. Yang paling banyak memakan tempat di kandang tengah, satu kandang berisi satu jantan dan dua betina generasi kedua. Satu tempat lagi berisi sepasang disiapkan untuk musim kawin bulan September hingga November.
Enam merak usia sembilan bulan dikandangkan bersama. Tiga lain ditaruh di kandang berbeda terbuat dari kayu, dan ditaruh di halaman rumah. Sepasang merak dikandangkan bersama di satu kandang. Lantas satu merak berusia enam bulan yang jinak dipisahkan. Pasalnya, Surat memang menyukai merak satu ini, dimana paling penurut dengannya.
Empat belas tahun bergelut menangkarkan merak. Suka duka menghadang karena merak- meraknya kadang tidak bertahan. Menurut pakar karena disebabkan perjodohan satu garis keturunan. Surat juga tahu benar bahwa merak- meraknya punya kelakuan istimewa. Pada bulan Februari sampai November, kecuali saat masih bertelur, mereka ini hobi nangkring di atas daripada berjalan di tanah. Mereka mau turun ketika makan saja.
Cuma memiliki satu merak dewasa jadilah cuma satu berbulu indah. Merak satu- satunya jantan dewasa yang bulunya mekar warna- warni. Nah, dimusim kawin, bulu merak akan rontok berganti bulu baru. Sekali rontok sampai 200 lembar bulu merak. Karena bulunya indah dan mewah, maka jadilah bulu saja ditaksir Rp.1000 per- bulu. Bulu tersebut akan digunakan sebagai bahan membuat hiasan ruma atau reog Ponorogo.
Pernah karena terdesak kebutuhan uang dijualah sepasang merak. Karena merupakan keturunan ketiga oleh karenanya pihak BKSDA membolehkan. Sebenarnya ia merasa sayang karena niat sejak awal memang mau dipelihara saja. Ia sendiri butuh uang karena sudah musim panen. Ini termasuk agar bisa mencukupi uang buat memberi makan meraknya sendiri. Orang iseng pun tertarik mengambil merak- merak tersebut tanpa ijin.
Ia sendiri tidak masalah kalau orang tertarik dan ikut menikmati keindahan. Pernah sepasang merak dijualnya ke Bupati Ponorogo seharga Rp.4 juta dan Rp.5 juta per- ekor. Kasus flu burung sebelumnya membuat dia lebih waspada lagi. Dia sekarang menyiapkan berbagai macam obat serta vitamin. Pengobatan sederhana yang disarankan mantri lembu katanya.
Merak ini punya ikatan emosi dengan Surat. Jadi tidak sembarangan orang bisa memiliki mereka. Ketika ada orang tidak baik datang berniat tidak baik, merak- meraknya tau, mereka seolah memberi taunya agar tidak mengiyakan kata orang itu. Ketika mereka berniat membeli merak, Surat akan langsung menolak. “Merek- merak ini memberi tau saya,” jelas Surat.