Sudah bertahun-tahun padi hibrida dikenal di Indonesia. Apa sebenarnya padi hibrida?
Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua tersebut (IRRI, 2006).
Tahap-tahap budidaya padi hibrida :
1. Benih dan Persemaian
1.1 Penggunaan Benih
- Benih padi hibrida dapat ditanam hanya satu kali tanam
- Setiap kali menanam harus menggunakan benih baru dan bersertifikat
- Penggunaan benih padi hibrida dianjurkan 15-20 kg/ha untuk sistem tanam tegel. Jika menggunakan sistem tanam jajar legowo, kebutuhan benih lebih banyak 30% atau 4,5-6 kg/ha.
1.2. Persemaian
Persemaian dengan menggunakan sistem basah :
- Lahan diolah dalam kondisi macak-macak, kemudian dibuat bedengan setinggi 5 cm. Lahan persemaian harus sudah siap paling lambat sehari sebelum sebar benih
- Untuk setiap 1 kg benih dibutuhkan lahan persemaian seluas 20m² atau 300-400 m² untuk penanaman seluas 1 ha.
- Selanjutnya benih direndam dalam larutan Tetramicin 20 ppm, selama 12-24 jam, kemudian ditiris di tempat yang aman hingga berkecambah 1 mm, kemudian disebar merata dengan kepadatan 1 kg benih per 20m² lahan atau setara dengan kepadatan sebar 50-75 gr/m².
- Sehari sebelum sebar persemaian dipupuk
- Sehari setelah sebar hingga hari ketujuh, masukkan air pada pagi hari hingga ketinggian 5 cm dan keluarkan air pada sore hari. Kemudian pada hari kedelapan dan seterusnya ketinggian air dijaga 2-5 cm.
- Setelah bibit umur 15-18 hari stelah sebar atau setelah berhelai daun 5-6 helai bibit dipindah tanamkan dilahan penanaman
2. Penyiapan Lahan
Lahan sawah disiapkan paling lambat 15 hari sebelum tanam.
Pengolahan tanah dilakukan 2-3 kali.
- Pengolahan I, tanah diolah/dibajak dalam keadaan macak-macak;
- Pengolahan II tanah diolah/dibajak dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan lahan agar siap ditanami bibit padi.
- Pada Pengolahan tanah terakhir (III) diberikan pupuk kandang atau pupuk kompos jerami.
3. Penanaman dan Penyulaman Penanaman
3.1. Penanaman
- Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur15-18 hari setelah sebar atau bibit telah berdaun 5-6 helai dengan sistem tanam pindah.
- Menggunakan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm (untuk lahan kurang subur), atau 23 x 23 cm dan 25 x 25 cm (untuk lahan subur)
- Atau dengan sistem jajar legowo (20×12,5)cm X 40cm (untuk lahan kurang subur) atau (20 x 15) cm x 40 cm.
- Tanam bibit pada kedalaman 2-3 cm dengan jumlah bibit yang ditanam 1 per lubang atau paling banyak 2 bibit perlubang.
3.2. Penyulaman
Untuk mendapatkan populasi maksimal, setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh/mati dengan bibit yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Penyulaman dilakukan maksimum satu minggu setelah tanam untuk mempertahankan populasi yang optimal.
4. Pemeliharaan Tanaman
4.1. Pemupukan
Anjuran Pemupukan:
a. Pupuk Organik
Pada pengolahan tanah III (terakhir), diberikan pupuk kandang 2-3 ton/ha atau bila menggunakan pupuk kompos jerami diberikan sekitar 5 ton/ha.
b. Pupuk Anorganik
Dosis pemupukan urea 250-350 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCL 75 kg/ha. Untuk mengetahui tambahan pupuk urea , sebaiknya menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).
Waktu dan cara Aplikasi Pupuk per Ha adalah :
- Pemupukan I, umur 7-10 HST : 75-1(X) kg Urea + Seluruh Dosis SP36 + 2/3 Dosis KCL
– Pemupukan II, umur 21-28 HST : 100 kg Urea - Pemupukan III, umur 35-40 HST : 100 kg urea + 1/3 dosis KCL
- Pemupukan IV, apabila 10% dari populasi tanaman telah berbunga : 50 kg urea
- Pada daerah yang respon terhadap Sulfur (S) , pemupukan I Urea diganti ZA 100 kg/ha
- Jika daerah tersebut sering menunjukkan gejala kekurangan Zn, dilakukan dengan pengeringan air secara berkala dan dipupuk ZnSO4 10-20 kg/ha bersamaan dengan pemupukan I
- Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk merata keseluruh areal tanaman.
- Pada saat pemupukan dan 3 hari setelah pemupukan saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup.
4.2. Pengairan
Pengairan berselang (intermitten) difokuskan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan hanya dilkukan di daerah yang pengairannya dapat diatur.
Cara pengairan berselang :
- Sewaktu tanam bibit, lahan dalam kondisi macak-macak, Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST
- LAhan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari, kemudian diairi kembali setinggi 5-10 cm
- Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm;
- Lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.
5. Pengendalian OPT5.1. Pengendalian Gulma
- Penyiangan dilakukan dengan alat Landak atau osrok
- Penyiangan I , dilakukan sedini mungkin, maksimal pada umur 18 HST (sebelum pemupukan II)
- Penyiangan II, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 30 HST
- Penyiangan III, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 50 HST
- Rumput/gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah (untuk menambah bahan organik)
5.2. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
- Pengendalian HPT dilakukan secara periodik dan mengacu pada konsep HPT, dengan cara melakukan pengamatan tiap minggu, mulai dari persemaian hingga tanaman menjelang panen
- Pada 3-5 hari sebelum menabur benih, dilakukan pengendalian hama tikus secara serempak
- Hama yang perlu diwaspadai adalah : wereng coklat, penggerek batang, tikus dan walang sangit, sedangkan penyakit adalah Tungro, Hawar Daun Bakteri, Blast.
- Menjelang panen perlu waspada terhadap serangan burung emprit, dikendalikan secara manual dengan jaring
6. Panen Dan Pasca Panen
Saat panen yang tepat adalah waktu pemanenan pada saat yang tepat akan meningkatkan rendemen beras dan persentase beras kepala dan kegiatan yang dilakukan yaitu:
- Tanaman dipanen jika biji telah masak fisiologis atau apabila sekitar 90% malai telah menguning atau kadar air sekitar 18-20%
- Usahakan panen pada saat cuaca cerah dan kadar air gabah tidak terlalu tinggi
- Perontokkan dengan menggunakan power thresser
- Setelah dilakukan perontokkan, gabah harus segera dikeringkan agar diperoleh rendemen dan mutu beras baik
- Penjemuran dilakukan di lantai jemur dengan ketebalan ±10 cm dan untuk mendapatkan kadar air yang rata, usahakan sesering mungkin dibalik sampai mencapai kadar air ±14-15%
- Sebelum digiling, biarkan gabah yang sudah kering dengan kadar air ±14-15% tersebut selama 24 jam
- Apabila beras direncanakan akan disimpan dalam waktu yang lama, maka keringkan beras sampai kadar air mencapai ±11-12%
Sumber : Litbang Deptan RI