Profil Pengusah Yuri Dulloh
Yuri sempat dianggap gila. Namun niatnya tetap bertahan sampai sekarang. Pasalnya dia tidak sekedar mau mengejar materi. Dua hasrat terbesar: Pertam Yuri Dulloh ingin menghijaukan kampungnya di Kebumen. Yang kedua adalah mengembangkan potensi kopi lokal asli.
Mimpi wirausaha
Tradisi menaman kopi memang sudah hilang. Banyak warga menganggam Yuri gila. Rasa optimis dia terus tumbuhkan. “Lah nyatanya tumbuh dan besar dan lebat,” paparnya. Dia menaman di pekarangan rumah. Ia menunggu telaten pohon kopinya tumbuh. Sembari itu dia mengajak tetangga buat ikutan menanam kopi.
Tahan banting
Dia mengatakan sisa pohon kopi masih ada. Mereka tersembunyi diantara rimbunnya lahan tidak terpakai. Lantas Yuri menawarkan kerja sama kepada masyarakat. Ia menawarkan sistem bagi hasil. Yuri belikan bibit, menanam, merawat, dan memanen, sementara masyarakat mengikhlaskan tanahnya ditanami kopi.
Yuri ikhlas membagi dua hasil. Namun tidak semua petani langsung mengiyakan permintaan itu. Beberapa malah menolak. Untuk itulah dia serius membuktikan bahwa daerah pesisir juga bisa.
Fokus Yuri mengembangkan lahan kritis. Tanah yang tidak diurus pemiliknya. Dijadikan diolah menjadi tanah produktif. Ketika orang umum memilih pinus buat penghijauan. Yuri memilih menanam kopi jadi solusi penghijauan juga. Gerakan penghijauan produktif ini menggaung sampai Kulon Progo.
Menyiasati bisnis kopi diawal. Ia menggunakan untung bisnis gypsum. Dia juga merelakan gajinya jadi tenaga marketing. Sampai dua tahun barulah usaha dijalankan membuahkan hasil. Lahan tidak produktif itu mulai ditumbuhi pohon kopi berbuah. Kian banyak warga mengikuti jejak Yuri menanam aneka jenis kopi.
Pokoknya tidak boleh ada tanah menganggur. Kebumen harus berswasembada memiliki komoditi andalan. Ia mengakui semua dipelajari otodidak. Berbagai strategi menanam mulai okulasi dan stek dicoba. Dari hobinya bereksperimen dia bahkan menghasilkan perpaduan lima jenis biji kopi.
Tujuh tanaman kopi dikembangkan Yuri. Menurut Kompas.com, bahkan mengembangkan kopi lokal yang pernah hampir punah. Kalau melihat tanaman kopi liar di jalan, Yuri akan langsung cabut dan dibawanya ke Kebumen. Banyak tempat dia coba, mematahkan pendapat bahwa kopi cuma ditanam di tanah pegunungan.
Bahkan ada pohon kopi berusia 40- 50 tahun loh. Masih subur berbuah tetapi tidak dirawat layaknya satu komoditi. Dari biji kopi, Yuri merambah teh berbahan daun kopi, kemudian kulit kopi dijadikan pupuk cair dan padat. Hobi eksperimen bersumber dari berbagai tempat. Dia juga orangnya hobi berdiskusi tentang sesuatu.
Ia juga bertanya kepada perajin kopi di luar daerah. Dia lantas mengembangkan produksi kopi jadi. Alasan karena dia tau menjual biji kopi hasilnya dikit. Kopi olahan dihargai lebih tinggi dia sarankan. Sudah jadi makanan sehari- hari hasil eksperimen Yuri tidak sesuai harapan.
Pernah bahkan dia kehilangan 100 kilogram biji kopi. Kegagalan bagi Yuri adalah awal kesuksesan. Lalu ia mendirikan perusahaan sendiri. Brand yang bernama Yuam Roasted Coffee. Yuam berarti namanya dan juga nama Kecamatan Ambal. Dia juga belajar menyeduh kopi sendiri, belajar kursus barista di Jakarta.
Yuri juga bekerja sama dengan banyak kafe- kafe. Total ada 10 kafe dari Kebumen, Magelang, Purworejo, Sukoharjo, Semarang dan Yogyakarta. Yuri sendiri mengaku masih mau terus bereksperimen lewat kopi. Dia juga ingin lebih banyak membantu para petani khususnya kopi.
Impian lain Yuri, adalah tanaman kopi khas pesisir, aneka jenis kopi bisa ditanam di kawasan pantai. Dan ia tidak akan berhenti hanya di Kebumen. Yuri menargetkan pasar ekspor. Sejak 2009, dia memulai usaha, hasilnya mencengangkan contoh satu pohon usia lima tahun menghasilkan 25kg sekalinya panen.
Inovasi kopi
Kopi enak tidak harus mahal. Prinsip inilah mendorong Yuri berkreasi. Hobi eksperimen membawa dia menciptakan suatu alat unik. Yuri menyulap bambu menjadi alat penyaring kopi. Bambu dipotong lantas ia jadikan bak saringan ekspreso. Harga saringan asli ditaksir mencapai Rp.4 sampai Rp.50 juta rupiah.
Nah, kalau kopi sudah kena alat, maka harganya kopi ekspreso mencapai Rp.20 ribu- 50 ribu. Ia mencoba merubah paradigma tentang kopi ekspreso. Ia menawarkan kopi standar kafe. Proses pembuatan saringan ekspreso cukup sederhana loh. Bambu dibikin kayak gelas diberi lubang buat menyaring ampas.
Memang buat menyaring butuh waktu lima sampai sepuluh menit. Pria 37 tahun ini mengatakan hasilnya layak disandingkan ekspreso. Tetapi rasanya tidak kalah, bahkan mungkin unik dibanding kopi ekspreso standar. Pembuatan kopi macam ini sejak 2011 silam, dan dia juga menghias alat penyaring tersebut.
Ada pernak- pernik dipinggiran saringan bambu. Juga ditambahi aneka gambar dan diperhalus teksturnya. Ia menyebut agar banyak masyarakat tertarik. Satu paket kopi bambu seharga Rp.60 ribu sudah termasuk satu saset kopi Kebumen hasil tanamnya.
Sebagai mantan pengusaha muda. Yang masih tertahan menekuni bisnisnya. Ia mengaku masih saja sempat dicemooh gila. Butuh waktu dia memperkenalkan kopi bambu lewat workshopnya. Dia bahkan khusus memperkenalkan lewat komunitas. Dan mulai banyak barista Jakarta membeli kopi bambu karya Yuri.
Untuk melindungi hasil karya. Ia mendaftarkan kopi bambunya. Memang soal hak cipta menjadi masalah tersendiri. Balitbang sendiri menawarkan diri. Melakukan pendampingan agar bisnis terlindungi secara intelektual.