Profil Pengusaha Mugiono
Mugiono pengusaha tempe bangkrut, sebuah kisah pilu wirausaha mandiri. Tiga tahun dia menjalani bisnis, hal paling mengerikan ialah ketika harga dollar naik. Meskipun begitu dia berkata optimis ke awak media. “Tahun ini saya bangkrut,” ujarnya kepada pewarta Viva.
Bukan perkara mudah menekuni bisnis tempe ini. Menjadi seorang pengusaha tempe bangkrut. Apa kisah wirausaha dia bisa bagikan disini. Sudah menjalankan usaha sejak 1987 tanpa ragu. Seorang duda tiga orang anak yang merintis usahanya di Kota Pontianak.
Dia lumayan dikenal oleh pelanggan tempenya. Beberapa pelanggan sempat sedih karena pengusaha tempe bangkrut. Kenapa usaha tempenya tidak dilanjutkan kembali. Dia cuma menjawab gampang seolah sudah menjadi siklus.
Namanya wirausaha mandiri adakalanya menemui kegagalan. Kebutuhan modal uang terkadang tidak sejalan dengan harga jual. Dulu omzetnya mencapai puluhan juta rupiah. Ia mengenang itu sebelum harga kedelai naik.
Naiknya harga dollar pengusaha ini sempat bangkrut dan sudah biasa. Naik harga dollar berarti harga bahan baku kedelai naik. Disaat inilah keuntungan menurun dibanding modal. Ia mengenang kembali mempunyai mobil empat, rumah lima, dan tanah sampai 40 hektar.
“Semua sudah saya jual untuk menutupi modal,” tegasnya.
Semua aset sudah dijual untuk menutupi kekurangan modal. Tetapi pada akhirnya harga dollar naik tidak terburu. Bangkrutlah pengusaha tempe ini tidak menyisakah apapun. Dulu dia bukanlah siapa- siapa.
Dia adalah murid seorang pembuat tempe Pak Muslimin. Berkat beliau dia mampu membuat tempe selezat sekarang. Sosok pengusaha tempe asli Wiradesa, Kab. Pekalongan, yang baru memulai tiga tahunan. Ia menjelaskan harga tempe tidak mungkin naik, yaitu Rp.1500 sampai Rp.3000.
Dibanding harga kedelai yang naik sampai Rp.9.500 perkilo. Dia bahkan harus merumahkan kedua pegawainya. Sekarang hanya tinggal empat orang karyawan tersisa. Dia tidak mampu membayar gaji mereka sekarang.
Jujur nasib pengusaha tempe memang seolah diasingkan. Mereka tidak bisa bertahan kecuali dengan jualan tempe. Ketergantungan bahan baku impor sangat besar. Pasalnya menurut rasa, kedelai impor jauh lebih enak dibandig kedelai lokal, dan kedelai lokal harga normal juga terbilang mahal.
Omzet jualan tempe itu sampai puluhan juta. Eh sekarang, separuhnya saja tidak sampai, alhasil cuma bisa pasrah tidak mampu mengirim uang ke Jawa.