Abdi dalem Keraton Yogyakarta. Foto: GNFI |
Blangkon adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana Jawa. Umumnya, terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif hias (batik). Kain tersebut dilipat, dililit, dan dijahit sehingga berbentuk mirip topi yang dapat dikenakan langsung.
Istimewanya, di balik blangkon ada makna filosofis mendalam, berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa kepala seorang lelaki memiliki arti serius dan khusus sehingga penggunaan blangkon sudah menjadi pakaian keseharian atau pakaian wajib.
Dahulu, pembuatan blangkon tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hal ini karena terdapat penetapan pakem atau aturan tersendiri. Jadi, hanya seniman yang memahami dan memiliki keahlian terkait pakem tersebut yang boleh membuat blangkon.
Pada dasarnya blangkon terbuat dari kain berbentuk persegi empat bujur sangkar, yakni kain iket atau kain udeng. Kain memiliki ukuran lebar dan panjang sekitar 105 cm x 105 cm. Namun, blangkon modern atau permanen sudah menggunakan lebih sedikit kain, hanya setengah ukuran dari kain tersebut.
Baca Juga: Merawat Warisan Budaya ditengah Modernisasi
Standar ukuran blangkon diukur dari jarak antara garis melintang telinga kanan ke telinga kiri, melalui ubun-ubun kepala dan melalui dahi. Kalian dapat menjumpai blangkon berukuran paling kecil bernomor 48 dan paling besar bernomor 59.
Pemenuhan pakem dan nilai keindahan memiliki pengaruh besar terhadap nilai blangkon. Semakin memenuhi pakem, maka semakin tinggi nilai blangkon tersebut, sementara nilai keindahan berdasarkan pada cita rasa serta ketentuan standar sosial. Tak hanya berlaku pada saat pembuatan, tetapi juga saat penggunaan.
Sejak dulu, blangkon dipercaya oleh masyarakat jawa sebagai busana yang memiliki nilai dan makna filosofis tersendiri. Berikut diantaranya:
Wujud pengendalian diri
Dua ikatan di bagian belakang blangkon mempunyai makna dua kalimat syahadat dalam Islam. Foto: GNFI |
Di zaman dahulu, banyak sekali lelaki pada masyarakat Jawa yang memanjangkan rambut. Namun, mereka tidak membiarkan rambutnya terurai berantakan, melainkan selalu mengikatnya dengan kain atau menggulung rapi ke belakang kepala. Sikap ini merupakan bentuk pengendalian diri
Mereka hanya akan mengurai rambutnya saat berada di rumah atau dalam sebuah pertikaian, seperti perkelahian dan peperangan. Bagi masyarakat pada saat itu, melepas penutup kepala dan membiarkan rambut terurai menunjukkan wujud luapan emosi atau amarah memuncak. Jadi, blangkon bisa menjadi peringatan untuk selalu bersikap lembut dan menahan emosi.
Nilai-nilai Ajaran Islam
Masuknya ajaran Islam ke tanah Jawa memberikan makna tambahan bagi kebiasaan memakai blangkon. Dalam masyarakat Jawa, penggunaan blangkon memiliki arti tersendiri. Manusia harus selalu menjaga dan memerhatikan mahkotanya, yakni kepala, rambut, dan wajah sebagai bagian terpenting dan terhormat.
Blangkon memiliki bentuk yang spesial, ada lipatan melingkar untuk menutupi kepala dan ada mondolan atau bulatan di bagian belakang. Di balik bentuk spesial tersebut, kain blangkon yang menutupi kepala sebanyak 17 lipatan melambangkan adanya 17 rakaat dalam 5 waktu shalat. Kehadiran mondolan di bagian belakang juga mencegah penggunanya dari tidur.
Baca Juga: Mitologi Dewi Sri diatas Pertanian Nusantara
Pembuat blangkon harus memastikan mondolan berada tepat di tengah dan lurus ke atas menjadi pengingat agar penggunanya senantiasa lurus menjalankan perintah dan tidak menutup mata terhadap Yang Mahakuasa. Sementara itu, sisa kain di samping mondolan sebanyak 6 menjadi simbol rukun Iman dalam ajaran Islam.
Makna Dua Kalimat Syahadat
Filosofi lainnya mengaitkan blangkon dengan makna dua kalimat syahadat dalam agama Islam. Kain di bagian belakang blangkon sebanyak 2 ikatan menandakan syahadat kepada Allah SWT dan syahadat kepada Rasulullah SAW. Kain tersebut diikat menjadi satu kesatuan syahadatain.
Syahadatain diletakkan di tempat teratas dan terhormat. Hal ini menunjukkan bahwa apapun pemikiran dari kepala (akal pikiran) harus memperhatikan aturan Islam dan berlandaskan keimanan kuat terhadap Allah beserta Rasul-Nya.
Mulai dari kehadiran, bentuk, pembuatan, maupun penggunaan blangkon tidak serta merta tanpa makna. Ternyata, di balik penutup kepala tersebut tersimpan banyak rahasia.
Sumber: GNFI