Profil Pengusaha Eko Yulianto
Anak muda satu ini sudah kenal salak sejak dulu. Pasalnya salak merupakan hasil komditas wilayahnya. Dia akhirnya sukses tetapi bukan karena buah salak. Eko Yulianto sukses justru karena kopi biji salak. Pemuda 27 tahun ini bermula dari sering membaca literatur tentang biji kopi.
Inovasi unik
Tidak mau berhenti ditengah jalan. Ia terus mengembangkan eksperimen berdasarkan pengalaman. Dari jadi kerupuk salak kemudian diolah menjadi biji kopi. “Hasil kreasi limbah biji salak jadi kopi, aneka kerajinan, bolu, stik, kerupuk, bahkan dodol,” imbuhnya. Beruntung sejak kuliah Eko ini gemar membaca buku di perpustakaan.
Begitu usahanya terlihat berkembang: Eko memutuskan keluar dari pekerjaanya di Bank. Padahal pekerjaan tersebut sudah berjalan 3,5 tahun. Memang tidak mudah bagi Eko sampai bisa menemukan kopi biji salak. Dia begitu menemukan memilih kembali ke desanya.
Disanalah hasil eksperimennya dijalankan. Disana salak begitu banyak, dia mulai aktif mengajak masyarakat membantu usahanya. Tidak sia- sia masyarakat menyambut kesuksesan Eko. Jadilah Eko menaikan derajat desa melalui aneka olahan salak, termasuk kopi biji salak.
Dimulai di tahun 2012, kopi biji salak dibuat sedemikian rupa, hasilnya bubuk seperti kopi jika diseduh akan larut. Tekstur diolah sedemikian rupa seperti kopi. Bahkan nih baunya tercium aroma khas seolah kopi. Dia memang sudah bosan menjadi pegawai.
“…bosan cuma duduk- duduk doang,” jelas Eko tentang menjadi pegawai.
Awal percobaan tentu gagal. Rasa kopi biji salak tidak enak. Namun berkat kesabaran serta percobaan tidak berhenti rasanya lain.
Sejak seruputan pertama kopi sudah kayak Arabika. Rasanya pahit tetapi bercampur asam. Inilah yang kita sebut kopi biji salak, Dibawah bendera bisnis Kie Bae mencoba merambah pasar Indonesia. Dari rasanya enggak mungkin ada yang mau minum, sekarang omzet bisnisnya mencapai Rp.5- 6 juta per- bulan.
Eko berbisnis dari daging sampai biji salak. Tahun pertama mampu meraup omzet Rp.47 juta per- tahun. Di tahun 2014 bersyukur mampu mencapai Rp.82 juta per- tahun. Berbekal jaringan ketika menjadi pegawai bank, ditambah pasar online yang menjanjikan. Eko pun giat memasarkan ke toko oleh- oleh Wonosobo.
Aneka percobaan dilakukan untuk memasak biji. Komentar taster pertama ya kurang sedap di lidah. Satu bulan penuh percobaan dilakukan. Semua diulang dari menjemur, menyangrai, dan menumbuk. Pengaturan waktu menjadi alasan perbedaan mencolok. Ini pula kunci sukses bisnis Eko sampai menjadi sekarang.
Akhirnya dia menemukan berapa jam lamanya dijemur. Berapa lama disangrai sampai akhirnya layak buat kita minum. Dia bahkan sudah memilik mesin giling sendiri, pengering sendiri, dan mesin sangrai sendiri. Total aset pabrik kecil- kecilannya sudah mencapai Rp.60 juta.
Dia memberdayakan 20 ibu- ibu kampungnya. Juga memberdayakan pemudanya lewat gerakan bernama Gardu Beriman. Tujuan dari gerakan tersebut buat memperindah kampung. Usaha dijalankan juga tidak monoton. Dia menemukan cara membuat bros kulit salak, permen salak, dan sudah masuk pasar Bali.
Sebagai pengusaha muda, Eko memberikan wejangan, “Jadi pengusaha itu yang penting yakin dan paling penting harus ada ridho dari orang tua, itu wajib.”