Biografi Pengusaha Nur Fadilah

Wirausaha Nur Fadilah berjualan door to door menggapai mimpi. Siapa sangka usaha camilan bisa sampai ke New Zeland. Produsen berbagai camilan mulai dari kacang goreng, mete, kerupuk, keripik, dan lain- lain. Tiga puluh tahun sudah dirinya merintis usaha aneka camilan bernama Syafrida.
“Asalkan ulet menggali pasar, rupiah pun mengalir dari mana- mana,” tuturnya kepada pihak pewarta.
Memang butuh waktu 25 tahun untuk sampai dititik sekarang. “Saya jualan camilan sejak tahun 1984 door to door ke tetangga sekitar rumah,” jelas pengusaha wanita ini. Usaha camilan pertama ialah berjualan aneka kerupuk dan makanan ringan.
Kala itu modalnya Rp.1000 jualan karena kebutuhan hidup. Pokoknya mencari cara agar asap dapur terus mengepul. Seorang wanita yang sendirian membesarkan tiga anak. Di tahun 1987 barulah dia berjualan dari toko ke toko sendirian.
Wirausaha Mandiri Aneka Camilan
Sejak muda Fadilah memang dikenal gemar berdagang. Ia mengenang masa Sekolah Menengah nya, dimana dia berjualan aneka kerupuk bikinan orang tuanya. Ketika itu tahun 1991, Fadilah mudah memiliki insting bisnis yang bagus, alhasil dia mulai membuat aneka camilan setelahnya.
Fadilah mengisahkan bagaimana dia selama 25 tahun berjualan. Metode tradisional dijalankan hingga dirinya dipercaya. Ia dipercaya untuk memasok jajanan untuk tok- toko. Waktu itu usahanya cuma berjalan ala kadarnya. Bermodal Rp.1000 saat itu, dia membuat kerupuk dan camilan tanpa merek.
Wirausaha mandiri kelahiran Kelahiran Surabaya, 4 Juni 1953. Fadilah yang terhimpit ekonomi yang semakin sulit. Sementara dia harus membesarkan tiga orang anak. Respon tetangga cukup baik, baru tahun 1987, dia memasukan ke toko- toko, karena waktu itu belum marak supermarket.
Fadilah berpikir lewat jualan toko- toko jualanya semakin dikenal. Prinsipnya menjangkau lebih banyak orang dari jualannya. Untuk jualan camilannya telah merambah ke luar negeri. Khusus jualan camilan kacang mete sampai ke Selandia Baru.
Dia memproduksi juga kerupuk ikan, bidaran manis rasa, sus kering, bidaran keju, keripik jagung dan berondong jagu aneka rasa. Beberapa produk merupakan buatan orang lain, sementara dirinya cukup membantu kemasan. Ada pula aneka kerupuk terung, tripang, ebi, dan produk- produk lain.
“Saya kerja sama dengan UKM dari Kenjeran,” tuturnya.
Dia membeli dari mereka, kemudian di kemas di rumah. Harga produknya bermacam- cama sampai Rp.7000 -an. Terkait modal untuk satu ini dirinya merogoh kocek sendiri. Sebagai wirausaha mandiri dirinya juga mendapatkan pinjaman dari Bank.
Namun dia selalu menerapkan prinsip tidak boleh lama- lama. Hutang modal segera dikembalikan dari perputaran uang. Tetapi Fadilah tidak menyarankan meminjam uang di Bank. Apalagi kala itu bunganya masih diatas rata- rata sekarang.
Berjalan waktu pihak Pemerintah Daerah mulai memperhatikan. Fadhilah ditawari mengikuti aneka pameran oleh Disperindag Surabaya. Ia sering diajak pameran ke luar pulau, dari situlah pesanan datang mengalir terus. Dia pernah mendapatkan pesanan terjauh dari Aceh sampai ke Papua.
Walaupun berhasil menjual sampai ke penjuru Indonesia. Fadilah tidak berencana membuat outlet untuk jualan. Penjualan produknya fokus menjual di minimarket, supermarket, dan hypermarket. Dari berjualan tersebut memang tidak mudah. Setiap corong marketing selalu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dia menyebut seperti pihak supermarket atau hyper market bayar tunda. Makasudnya dia hanya akan dibayar jika penjualan laku. Keuntungan brand awareness bagi Fadhilah untuk semakin laris manis. Dia mengatakan brandnya semakin dikenal, mudah dijual ke tempat- tempat lain diluar jangkauan.
Fadilah mengatakan penjualannya dibantu ketiga anaknya, dan 27 karyawan yang juga termasuk adik- adiknya. Di tahun 2011 jangkauannya mencapai ke Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk orderan paling ramai yakni ketika lebaran, dalam 10 hari menghasilkan Rp.100- 200 juta.
Produknya dibernama Syafrida diambil dari singkatan ketiga anaknya. Untuk kacang mete mejadi camilan paling laris, tidak hanya habis di lokal tetapi juga terjual sampai Selandia Baru. Saban harinya dia mengolah tidak kurang 1 kuintal, yang bahan- bahannya dipasok oleh petani lokal.
Tidak berhenti di camilan kacang atau kerupuk. Wanita 66 tahun ini masih aktif berkreasi mencipta olahan baru. Sebut saja rangginan bikinannya yang menjadi oleh- oleh wajib. Dikemas lebih modern pengusaha wanita ini yakin mampu mengikuti jaman.
Untuk mendungkung bisnis ke depan dibukalah satu toko. Dia membuka toko yang terletak di Jalan Ngegel Surabaya. Ia pun tidak berhenti hingga rangginan buatanya dikenal masyarakat. Walaupun tidak mudah hasilnya menjadikan rangginan produk nasional.
“Saya dulu bangun dan sampai sekarang mengelola ini sendiri. Karena, mulai dari dulu saya membangun, tidak ada fasilitas seperti sekarang ini,” tuturnya.
Ia mengakui usahanya tidak selalu mulus seperti ini. Masalah utamanya ialah tidak mudah mencari sumber daya manusia. Tidak mudah pula selalu menyediakan bahan baku sesuai pesanan. Berkat usahanya ini dia mampu menguliahkan anak- anaknya.
Ke depan wanita berkerudung ini hanya ingin mewariskan. Bukan berbentuk uang, tetapi usaha dan semangat wirausaha bagi anak dan cucunya kelak. Ia menambahkan bahwa usaha harus membangun keluarga kita. Selain itu juga yang mampu membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain ke depan.



