Profil Pengusaha Satiran
Kedai kopi luwa asli Wonosalam memang sedap disruput. Kini kedai mereka merambah kota lewat kemasan instan. Meski kaki lima, kedai kopi khas Wonosalam memang otentik. Sedap sempat dikira mahal ternyata dapat dinikmati siapapun.
Apakah kamu yakin itu benar- benar dari luwak asli. Jikalau kamu tak meyakin maka mampirlah ke Wonosalam. Di kedai kopi sederhana milik Satiran kamu akan mencicipi kopi luwak asli.
Bisnis Merambah Kota
Warung Pojok milik Satiran memiliki kopi seduhan tak kalah restoran kelas atas. Warung yang terletak di Desa Sumberejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Tempatnya disebuah dataran tinggi di lereng Arjuno, pas untuk menikmati panasanya secangkir kopi.
Meski sederhana dari tempat, gelas, tapi dia sangatlah tau betul mahalnya kopi luwak. Diperkotaan dijual seharga 100.000 maka Satiran menjualnya satu nol berkurang. Kamu bisa menikmati satu cangkir kopi cukup 10 ribu.
Di kawasan itu ternyata dikenal sebagai penghasil kopi. Sayang, kopi bukanlah komoditas primadona disana. Suatu ketika ia pun bercurhat bagaimana agar komoditas asli bisa berkembang. Ide tentang kopi luwak ia dapatakan ketika berbincang dengan anaknya.
Sejak tiga tahun lalu, sosok- sosok Satiran yang bermunculan dan menawarkan konsep sama. Yaitu menawarkan kopi dari luwak yang ditangkarkan. Perjalanan kakek 16 cucu ini tidaklah mudah. Meski sukses bermodal sedikit membangun kopi luwaknya; tetap sepi.
Berjalan lebih lama, dia mencoba menawar produknya secangkir 10 ribu. Awalnya kopi buatan miliknya diragukan apakah asli. Cara terbaik yang dia lakukan ialah menunjukan luwak- luwak miliknya dibelakang.
Meski terlihat jijik, ketika kamu bisa melihat si luwak mengeluarkan biji dari belakang melegakan. Alhasil, usahanya tersebut tidak sia- sia, banyak peminat kopi datang ke tempatnya. Dia benar total untuk selalu menjaga kualitas.
Bahkan ketika ditanya kenapa tidak membeli kopi luwak sudah jadi; ia menolak hal itu. Satiran tak ragu membeberkan bagimana dirinya memperlakukan kopinya. Dia menunjukan cara baik dalam menangkar si luwak. Semua dilakukan bermodal cara sederhana tapi bersih.
Satiran lantas menunjukan proses pencucian secara tujuh kali dari air mengalir.Setelah benar bersih dari sisa kotoran barulah ia menjemurnya di terik matahari. Usai itu Satiran menyangrai atau disangan di nanangan, dia lalu membakarnya dengan kayu bakar.
Nanangan ini adalah wajan dari tanah liat. Apinya digunakan bahan bakar kayu bakar. Proses sangrai membutuhkan satu jam lamanya. Caranya khusus jadi jangan takut untuk berkunjung ke sana. Setelah kering dia akan menyeduh kopi ke gelas dengan air, lantas ia diamkan selama tiga menit.
Nah, setelah itu kopinya akan ditutup agar baunya tetap terasa hingga dinikmati. Dia mengaku usahanya ini bukanlah main- main. Kopi buatannya nyatanya mulai dinikmati banyak orang. Ia bahkan menyiapkan kemasan khusus. Ia menanggap peluang dari pamor Warung Pojoknya.
Kopi produksi usahanya memiliki slogan “harga murah berkwalitas prima”. ika secangkir kopi luwak ia hargai Rp 10 ribu, untuk satu ons bubuk kopi luwak, pembeli cukuplah merogoh kocek sekitar Rp 100 ribu. Harga yang pantas dan jauh lebih murah dari harga kopi luwak di perkotaan.