Pernah mendengar istilah Clickbait?
Mungkin kamu pernah merasakannya ketika ada iklan internet begitu menggoda. Juga termasuk bagaimana sebuah headline berita begitu dibesar- besarkan. Ternyata fenomena ini juga terjadi di seluruh dunia. Menurut penjelasan singkat Wikipedia disebutkan bahwa Clickbait tujuan utamanya adalah menambah jumlah ‘klik’. Atau jumlah pengunjung ke halaman website yang dituju. Tujuannya? Untuk mendapatkan pengunjung ke halaman untuk menyenangkan pengiklan.
Kita tau beda dengan televisi, situs- situs harus bekerja keras untuk mendapatkan pengunjung. Tak terkecuali memanfaatkan sosial media sebagai sumber. Jika pengunjung berkurang berarti semakin sedikit minat bagi pengiklan mudahnya begitu. Clickbait bisanya menggunakan konsep ‘ruang penasaran’. Menawarkan sedikit informasi dalam berita agar kamu masuk ‘mengeklik’ tautan yang sudah ada.
Tapi, selain mengajak mengeklik, ini juga termasuk menghadirkan berita yang memuaskan pembaca. Agar pembaca semakin setia. Meski informasi sedikit tapi cukup membuat bahagia sebagian besar kalangan; agar setia. Ambil contoh pada hari- hari ini dimana pemerintah sedang ‘menyengsarakan’ masyarakat. Nah, seolah merasakan apa yang masyarakat rasakan, media masa akan mendukung salah satu pihak paling besar. Mendukung pemerintah saat- saat ini tentu akan dirasa tak menguntungkan bagi media tersebut.
Apakah ada campur tangan pemilik media dalam hal ini. Mungkin saja, tapi juga tidak, karena ini sudah jadi cara marketing paling umum di dunia internet. Bahkan sebuah perusahaan media satir asal Amerika akhirnya aktif menyorotinya. Surat kabar the Onion meluncurkan Clickhole yang fokus membahas berita- berita yang berbasis Clickbait ini.
Efek psikologi
Apakah ini cara curang?
Kenyataanya menurut metia.com, ini sudah tren, bahkan media besar seperti Buzzfeed, Upworthy, dan juga bahkan Huffingtonpost menggunakan cara ini. Fokus pada psikologi dasar manusia untuk aktif mengikuti semua berita. Terus bagaimana tahap menulis judul berita provokatif agar diklik?
Salah satu editor surat kabar senior, Atlantic, Adrienne LeFrance menyebutkan tiga tahap untuk menulis satu artikel provokatif untuk diklik.
1. Tulis sesuatu masalah
2. Kemas itu sebaik mungkin agar jadi satu paksaan, dengan meciptakan jarak rasa penasaran yang akan membuat pembeca merasa harus mengklik (untuk mengkonfirmasi), mengarahkan konten yang sesuai atau bahkan melebihi harapan mereka itu.
3. Olah konten di semua sosial media dan memaksa lebih agresif, menulis headline berbeda sesuai dengan pembaca yang mereka fokus.
Dalam urusan mesin pencari, dulu, SEO merupakan hal penting bagi perusahaan media menjaring pembaca dari mesin pencari. Mereka akan fokus pada keyword atau kata kunci. Tapi kini, semenjak mesin pencari, khususnya Google merubah mesin pencarinya; cara ini tak lagi ampuh. Terutama jika berbicara tentang sosial media yang lebih banyak orang menghabiskan hari.
Jurnalis di Facebook atau Twitter akan fokus pada viral konten. Atau, konten yang lain- daripada yang lain dibanding berita membosankan di koran yang terlalu formal. Inilah juga alasan kenapa Clickbait jadi sangat terkenal -karena tak ada norma, dimana pembaca perlu tau apa yang ada di dalamnya sebelum membaca. Cara termudah ya dengan menulis sebagian kecil di headline bukan keseluruhan.
Ada sedikit perbedaan antara jurnalis dan copywriter dalam artikel ini. Disebutkan bahwa etika akan beda jika kita berbicara copywriter (orang yang cuma menulis konten -bukan pencari berita), dimana fokus kerja mereka adalah mengajak orang. Mengajak orang untuk membaca artikel jurnalisme mereka di sosial media atau iklan internet. Beberapa media akan mencoba mengetes headline apa yang paling banyak disukai pembaca, lalu diaplikasikan ke berbagai macam media.
Artikel asli untuk lengkapnya.