Pisang telah
menjadi buah yang umum dikonsumsi dan digemari sejak lama. Seiring meningkatnya
kebutuhan buah pisang yang semakin besar sejumlah perkebunan pisang dibuat dan
tidak sedikit perkebunan pisang tersebut yang berskala besar hingga puluhan
ribu hektar. Limbah biomasa dari perkebunan pisang ini juga akan sangat besar,
seperti batang pisang, janjang dan daun. Volume limbah yang sangat banyak tersebut
seharusnya diolah sehingga selain tidak mencemari lingkungan bahkan menimbulkan
berpotensi menimbulkan penyakit pada pohon pisang itu sendiri, pengolahan
limbah biomasa tersebut juga bisa memberi keuntungan secara ekonomi.
Pembriketan adalah solusi efektif untuk mengatasi limbah tersebut. Produk
briket batang pisang, janjang dan pelepah pisang tersebut digunakan untuk bahan
bakar atau sumber energi.
Untuk bisa
dibriket limbah biomasa tersebut dikecilkan ukurannya (down sizing / size
reduction) hingga sekitar 1 cm. Limbah biomasa dengan ukuran partikel kecil
tersebut selanjutnya dioperas (squeeze) airnya dengan screw press. Setelah air
bisa dipisahkan dari limbah tersebut hingga kadar air sekitar 10%
selanjutnya bisa dibriketkan. Jika kadar air belum mencapai kadar air tersebut
pengeringan dengan alat pengering (dryer) bisa dilakukan. Cairan yang
dipisahkan dari limbah tersebut kaya akan kalium/potassium sehingga bisa
digunakan kembali sebagai pupuk cair untuk perkebunan pisang tersebut.
Pembriketan dengan mechanical press adalah opsi terbaik untuk pilihan teknologi
pembriketan. Berbeda dengan pemelletan yang hanya dengan satu teknologi yakni
roller press, pembriketan ada 3 variasi teknologi yang bisa digunakan, untuk
lebih detail bisa dibaca disini. Pembriketan tersebut juga secara teknis juga
lebih mudah dan secara ekonomi juga lebih murah biaya produksinya.
Batang
pisang memiliki banyak kemiripan dengan batang enceng gondok. Enceng gondok
merupakan gulma perairan sehingga jumlahnya harus dikurangi atau
dihilangkan.Keduanya material biomasa yang tidak berkayu seperti pepohonan.
Upaya pemadatan enceng gondok menjadi pellet sudah ada yang melakukan beberapa
waktu lalu. Pembriketan enceng gondok tersebut juga sangat memungkinkan, bahkan
kaidahnya semua material yang bisa dipellet pasti bisa dibriketkan tetapi tidak
sebaliknya artinya semua material yang bisa dibriket belum tentu bisa dipellet.
Hal tersebut karena selain teknologi pembriketan yang variatif juga tingkat
toleransi terhadap sifat-sifat material juga lebih longgar, seperti ukuran
partikel dan kadar air. Ukuran partikel terlalu halus yang tidak bisa dipellet
seperti limbah pellet bahkan bisa dibriket demikian juga untuk ukuran partikel
lebih besar. Sedangkan kadar air hingga 16% juga masih bisa bekerja dengan baik
pada pembriketan tetapi tidak bisa dilakukan pada produksi pellet. Tingkat
kepadatan (density) briket juga bisa disesuaikan dan umumnya briket juga lebih
padat daripada pellet, bahkan hingga 1,4 ton/m3.