Buah nanas termasuk buah yang cukup digemari di seluruh dunia hal tersebut terlihat dari prosentase produksi buah nanas dalam produksi buah dunia yang mencapai 8%. Tanaman nanas hampir sama seperti pohon pisang yakni setelah berbuah satu kali tanaman tersebut mati, dan selanjutnya produksinya diteruskan oleh anakkannya hingga beberapa generasi. Atau lebih detailnya bahwa tanaman nanas berproduksi setelah 1-2 tahun ditanam dan mati setelah berbuah serta menghasilkan sekitar 70 helai daun. Tanaman nanas tersebut akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, yang mengakibatkan limbah daun nanas terus bertambah. Saat ini hampir belum ada pemanfaatan limbah tersebut dan daun nanas juga tidak bisa digunakan untuk pakan ternak sehingga hanya dibakar atau dibuang begitu saja yang juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Dalam setiap hektar kebun nanas limbah yang dihasilkan bisa mencapai 3 ton. Perkebunan-perkebunan besar nanas biasanya dengan luasan ribuan bahkan puluhan ribu hektar sehingga produksi limbah tersebut juga sangat banyak. Penanganan limbah daun nanas dengan metode yang efektif dan efisien tentu akan memberikan nilai tambah tersendiri apabila dikaji dari sisi ekonomis., sehingga perlu diupayakan penanganan limbah tersebut dan pembriketan adalah solusi jitu untuk problem tersebut.
Walaupun sama-sama menggunakan teknologi pemadatan biomasa (biomass densification), pembriketan daun dan batang nanas lebih mudah dan murah dilakukan daripada dibuat pellet. Produksi briket daun nanas tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk bahan bakar memasak, industri bahkan pembangkit listrik. Selain itu briket daun nanas tersebut juga bisa untuk meningkatkan produksi biogas. Sejumlah perusahaan perkebunan nanas besar ada yang memiliki usaha peternakan sapi. Peternakan sapi dipilih terutama karena bisa memanfaatkan kulit atau limbah buah nanas untuk pakan sapi tersebut. Dan karena volume nanas yang dihasilkan juga sangat besar maka limbah buah nanas juga besar dan peternakan sapi yang dibuat juga besar. Kotoran sapi tersebut biasanya diolah lanjut untuk produksi biogas dan digestate dari biogas lalu dibuat kompos. Kompos yang dihasilkan tersebut digunakan kembali dalam perkebunan nanas tersebut. Briket daun dan batang nanas yang ditambahkan pada substrate atau kotoran lalu dicampur (co-digestion) selanjutnya akan menambah produksi biogas secara signifikan, untuk lebih detail baca disini.
Dengan skenario seperti di atas maka hampir semua limbah biomasa yang dihasilkan dari perkebunan dan industri nanas bisa termanfaatkan secara optimal. Demikian juga limbah dari usaha sampingan berupa peternakan sapi untuk produksi biogas. Selain perusahaan-perusahaan besar perkebunan nanas, sentra-sentra produksi nanas di Indonesia seperti Subang, Pemalang, Prabumulih, Kediri, Blitar, Kubu Raya, Mempawah, Muaro Jambi, Kampar, Lampung Tengah dan Karimun juga bisa mengembangkan konsep di atas.