Biografi Pengusaha Ina Wiyandini
Mulai begaimana wanita ini memulai bisnis dari angka nol. Sempai pada kiat menghadapi persoalan bisnis. Dia adalah pemilik kue kering Ina Cookies. Sebuah perusahaan kue keringa terkenal. Pengusaha wanita kelahiran Jakarta, 24 Juli 1963, sudahlah mendapatkan banyak penghargaan.
Bisnis Musiman
Eh, ternyata kue itu laris- manis hingga banyak ibu tani berdatangan. Dari pristiwa diatas produk kue Ina menjadi semacam problem solving. Tak hanya mengambil untung, Ina tetap foku bagaimana agar produk lokal berjaya. Khususnya apa yang dihasilkan para petani.
Tangan Ina yang mampu mengolah anek kue kering. Dari usahanya tersebut mampu memberikan optimis para petani. Produk olahan yang berkualitas miliknya menghasilkan nilai ekonomis tinggi.
Penghargaan diatas ditujukan bagi pengusaha yang sudah berbisnis lebih dari 10 tahun. Usahanya itu haruslah dimulai dari nol, memiliki lebih dari 100 karyawan, kreatif dan berinovasi tinggi, memiliki kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat baik.
Penghargaan lainnya pun menyusul pengusaha wanita ini. Seperti salah satunya penghargaan dari MarkPluc. Inc, Herman Kartajaya, dengan Marketers Women 2010. Tiga penghargaan itu pun ternyata masih tidaklah cukup.
Dia pernah bangkrut saat mengelola perkebunan jahe gajah. Ina juga
pernah bangkrut usaha manisan jahe yang sempat diekspor hingga Jepang.
Pengusaha wanita ini menyebut usaha kue kering bukanlah jadi cita-
citanya. Bahkan menjadi pengusaha bukanlah cita- citanya, apapun
bisnisnya.
citanya. Tapi, ternyata takdir berkata lain, dia memilih jadi pegawai lalu menjadi pengusaha.
Pengusaha Ina Cookies
Lulus dari Jurusan Bahasa Jepang di Akademi Bahasa Asing, Ina muda diterima menjadi sekertaris bagian penjualan Astra di Bandung. Disinilah mungkin pemahaman akan marketing itu tumbuh. Bertahan cuma dua tahun, Ina meninggalkan Astra untuk menikah.
Seperti sudah diduga, pembeli asal Jepang itu lebih memilih impor jahe dari Negeri Gajah Putih tersebut. Padahal, ia lantas menjelaskan lagi, perkebunannya sudah menanamkan modal 14 hektar kebun jahe di kawasan Plumbon. Dia memang belum lama berbisnis ekspor.
Pertolongan Tuhan datang ketika suaminya diterima kerja di IPTN. Sementara itu Ina belajar membuat lima kue kering yang laku di pasaran. Yaitu kue putri salju, nastar, sagu, cokelat mede, dan corn flake. Sembari mempelajarinya, ia mencoba memasarkan kuenya dari pintu ke pintu.
Bisnis rumahan
Ina yang menuruti saran kakanya mulai membuat aneka kue kering. Dimulai dari membuat enam toples kue per- harinya. Respon pasar ternyata baik, Ina bahkan bisa merekrut lima orang karyawan. Perkembangan usahanya terus lah meningkat.
Semua berkat branding dan kualitas kue kering yang terjaga. Sistem pembelian menggunakan sistem beli- putus. Maksudnya agar pembeli setelah membeli selesai tak ada kue kembali. Ia beralasan karena untungnya pun sedikit.
Wanita yang sudah hobi memasak sejak SD ini semakin dicari oleh para penikmat kue. Semuanya cuma melalui promosi dari mulut ke mulut. Setelah pindah ke Bandung, Ina semakin bertekat agar bisnisnya semakin besar.
Hasilnya, ternyata diluar dugaan, bisnis rumahannya berkembang sangat pesat bahkan menambah 100 orang karyawan. Tahun 1994, total karyawannya mencapai 500 orang dimana 150 karyawan inti.
Tapi jangan salah sangka, dihari biasa juga banyak permintaan. Khusus dihari Lebaran, Natal, Tahun Baru, Imlek dan Valentine’s Day, produksi kue keringnya bisa mencapai 21 ribu lusin per hari. Padahal menurutnya di hari biasa cuma kurang lebih lima lusin (sekitar 20 resep).
Ina menjelaskan empat faktor itu: pertama, kehalalan produknya. Kedua, adanya kualitas bahan dengan standarisasi. Ketiga, bagaimana penyimpanan. Kue dipastikan tetap terjaga kualitasnya saat penyimpanan.
Misalnya, ada daerah yang dikenal dengan peuyeum (tape singkong), akhirnya dia pun membuat kue dari peuyeum. Dengan cara begini, Ina Cookies bisa mengumpulkan 114 macam kue. Ini sesuai dengan slogan perusahaan kecilnya “The Most Creative Cookies”.
Sebuah brand keju langganan lah yang mendorongnya. Dia bisa studi gratis dari Taiwan, Filipina, Cina, Singapura, Malaysia dan Jepang. Dalam segi kemasan, Ina Cookies juga mengandalkan keunika. Selain rasa sudah ditanggung sedap, bisnis rumahan ini menggunakan aneka kemasan tidak umum.
Selain dijadikan wadah roti, ada yang dijadikan tas cantik, tempat pensil, sajadah, celemek dan sandal. Bahkan ada produk aneka topi unik dari jerami, yang kemudian mencuri perhatian pembeli asal Belanda dan Jerman. Dari sekedar cuma daur ulang, Ina Cookies bisa membuat bisnis lain.
Total sudah ada ratusan agen dimana jumlahnya berfariasi tiap kota. Di Jakarta sendiri, ada 150 agen dimana menjadikan Ina Cookies pamain besar bisnis kue kering Jakarta. Tamy Bambang, salah satu agen dari Bintaro, mengaku berhasil menjual sekitar 5.000 lusin saat Lebaran.
“Tahun pertama saya jadi agen di Kemang Pratama Bekasi menjual 500 lusin dan tahun kedua saat pindah ke Bintaro bisa memasarkan 1.500 lusin,” ucap Tamy yang menjadi agen sejak 1998.
Ribuan Agen Reseller
Mula- mula Ina menjelaskan agennya di Bandung ada 20 titik. Suatu hari di tahun 2009, ketika ia sedang menjadi pembicara tentang kisah sukses Ina Cookies dihadapan 1.000 ibu- ibu pengajian. Tak disangka dari sana, para ibu- ibu meminta menjadi agen kesuksesan Ina Cookies.
Tepatnya itu di tahun 1995, dimana Ina Cookies mendapatkan banyak order hingga butuh ratusan juta. Alhasil, ia meminta pinjaman ke bank, dimana cuma 75 juta disanggupi. Sisanya, ya, ia harus cari dari sanak famili. Semua karena bank belum percaya.
Di Kota Kembang Bandung, tercatat lokasi agennya tersebar di gerai D’Risole, Bandung Supermall, Branded Factory Outlet, Kayoe Manis, Rumah Brownies Kukus, Kedaung Showroom, Maskumambang, Citarum 31 serta Rumah Baju Anak.
Kafe yang baru dirikan tahun 2004, dimana merupakan restoran keluarga khas Sunda. Selain itu, disana, juga ada berbagai sarana rekreasi seperti camping ground dan super kids camp. Tak berhenti di tahun 2007, ada bisnis daur ulang limbah plastik dan Ran Toy’s dari limbah kayu.
Belum lama ini, ia telah membuka kafe kue yang diberi nama Mr. Komot kafe coklat dan keju.
“Kita harus menjadi manusia yang bisa berbagi kepada lingkungan sekitar sebelum kepada yang jauh. Percuma kita maju tapi lingkungan kita masih terpuruk,” jelasnya.
Untuk regenerasi bisnis nampaknya tak terlalu dipikirkan Ina. Ketiga anaknya memang sudah memiliki kecendrungan membantu bisnis keluarga. Putra sulungnya, Afiandini Nur Sadrina, telah mulai membantu mengurus bisnis kue.