Photo diambil dari sini |
Diantara sektor pertambangan, batubara adalah produk pertambangan terbesar di Indonesia bahkan menempati peringkat ketiga untuk level dunia. Pada tahun 2021 produksi batubara tercatat 576 juta ton dan diproyeksikan hanya terjadi sedikit penurunan pada tahun 2024 yakni menjadi 570 juta ton. Batubara ini juga menjadi sumber pendapatan negara terbesar setelah minyak bumi Indonesia sudah tidak bisa mengeksport karena produksi habis untuk konsumsi dalam negeri bahkan kurang sehingga harus menjadi pengimport minyak. Tetapi dalam jangka panjang masa depan batubara suram akibat penggunaannya semakin dibatasi karena masalah iklim. Negara-negara yang meratifikasi kesepakatan Paris telah berkomitmen untuk mengurangi bahan bakar fossil khususnya batubara dengan langkah konkritnya yakni tidak membangun lagi PLTU batubara baru, cofiring dengan energi terbarukan pada PLTU batubara, mengubah menjadi PLTU batubara menjadi 100% PLTU biomasa (fulfiring) dan menutup sejumlah PLTU batubara serta menggantikan ke sumber energi terbarukan lainnya.
Di sisi lain pasca aktivitas pertambangan tersebut ternyata juga menimbulkan banyak kerusakan lingkungan khususnya tanah atau lahan. Kerusakan tanah tersebut akan memicu terjadinya bencana alam yang membahayakan kehidupan manusia. Jangan sampai aktivitas tambangnya mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alamnya (SDA) tetapi juga meninggalkan kerusakan alam yang tidak kalah parahnya. Tentu kondisi ini sangat buruk sekali. Kewajiban reklamasi juga belum dilakukan dengan baik, banyak bahkan yang tidak melakukannya atau hanya melakukan sekedar simbolis, pencitraan dan formalitas semata sementara tujuan reklamasi sendiri tidak tercapai. Ancaman denda 100 milyar rupiah juga diberlakukan bagi perusahaan yang mengabaikan reklamasi tersebut untuk semakin mendorong kegiatan reklamasi tersebut.
Menurut Rizal Kasli ketua umum Perhapi (Persatuan Ahli Pertambangan Indonesia) saat ini ada kendala infrastruktur dan sumber daya (biaya) pada pelaksanaan reklamasi tersebut yakni untuk perusahaan tambang menengah dan kecil, untuk lebih detail baca disini. Artinya untuk perusahaan besar dengan volume produksi tambang yang besar seharusnya tidak ada kendala, tetapi dibutuhkan penegakan aturan yang lebih tegas dan keras, begitu menurut Rizal Kasli. Apabila perusahaan-perusahaan tambang besar melakukan reklamasi dengan benar, tentu ini bagus dan menjadi contoh bagi perusahaan tambang menengah kecil, tetapi bila terjadi sebaliknya maka semakin memperparah kerusakan lingkungan. Kompensasi atau keuntungan dari usaha pertambangannya seharusnya sejalan dan sebanding dengan perbaikan tanah atau lahan pasca tambangnya (reklamasi dan rehabilitasi).
Photo diambil dari sini |
Mengapa pada umumnya perusahaan-perusahaan tambang tersebut mengabaikan atau mengesampingkan reklamasi dan rehabilitasi lahan pasca tambangnya? Selain aturan yang memang tidak ditegakkan secara tegas, tentu saja masalahnya adalah biaya. Perusahaan tambang harus mengeluarkan banyak biaya untuk reklamasi dan rehabilitasi lahan pasca tambang tersebut, biayanya tergantung kondisi dan luas lahan . Hal tersebut tentu membebani dan mengurangi keuntungan perusahaan tambang itu sendiri sehingga menimbulkan keengganan. Sehingga kalaupun reklamasi dan rehabilitasi lahan dilakukan maka sifatnya hanya simbolis, pencitraan dan formalitas saja. Hal tersebut bisa dikatakan tidak berdampak atau mencapai tujuan reklamasi dan rehabilitasi lahan pasca tambang itu sendiri.
Padahal tujuan reklamasi dan rehabilitasi lahan tersebut salahsatunya sebagai upaya menyiapkan lahan subur untuk masa depan. Lalu bagaimana jika reklamasi tersebut ternyata bisa menjadi suatu aktivitas yang menguntungkan ? Hal ini tentu sangat menarik dan memotivasi perusahaan-perusahaan tambang tersebut. Proyek reklamasi dan rehabilitasi berbasis bioekonomi akan mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan tambang yang melakukannya. Dengan keuntungan tersebut maka program reklamasi dan rehabilitasi lahan akan bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, sehingga seluruh area pasca tambang bisa tersentuh. Kami sedang mengembangkan program bioekonomi untuk reklamasi dan rehabilitasi lahan pasca tambang tersebut, untuk info lebih detail silahkan kontak kami di cakbentra@gmail.com