Profil Pengusaha Sunny Kemengmau

Siapakah Sunny Kemengmau sangat menginspirasi kita semua. Tukang kebun menjadi pengusaha tas terkenal Jepang. Hanyalah seorang anak miskin yang punya tujuan. Dari kisah seorang anak yang lari dari rumahnya. Dia bahkan tidak menamatkan pendidikannya hanya sebatas SMA saja.
Pengusaha asal Nusa Tenggara Timur mengakui rumus suksesnya. Ialah dia sangat berani mengambil resiko dan pekerja keras. Kisahnya berawal dari Kupang, NTT, pada 1994 lalu. Usianya yang masih 18 tahun membawanya ke Kuta, Bali. Pelarian itu membawanya menjadi tukang kebun sebuah hotel di sana.
Setahun menjadi tukang kebun naik menjadi satpam. Empat tahun sudah dia bekerja profesi tersebut. Bertahap kesempatan akhirnya mampu menunjukan jalannya. Bukan seperti durian runtuh, Sunny tidak serta merta meraih sukses.
Selama bekerja di Un’s Hotel dirinya sangat humble. Sifat ramahnya membuat mudah dekat dengan pengunjung. Dia juga menyukai belajar sesuatu hal yang baru. Alhasil Sunny mampu berbicara dalam bahasa Inggris dan Jepang. Tujuannya untuk memudahkan dia bergaul dengan tamu yang datang.
Membuat Tas Go Internasional
Agar bisa berkomunikasi dengan tamu- tamu yang datang. Ia bahkan menyisakan gajinya Rp.50 ribu untuk kamus Bahasa Inggris. Baginya justru tamu dan keluarga pemilik hotel lah gurunya. Mereka yang memperlancar urusannya berbahasa Inggris. Sifatnya yang ramah dan baik yang menjadi semua orang tertarik.
Termasuk keluarga pemilik Hotel Un’s itu, yang bahkan membuatnya tanpa jarak dari mereka. Rekannya, Marlon, adalah anak pemilik hotel yang tempatnya bekerja. Walaupun dia adalah anak seorang pengusaha kaya. Ia lebih memilih menjadi peselancar profesional di Bali. Melalui aneka kemampuanya yang otodidak berbahasa Jepang.
Dia juga akrab dengan tamu bernama Nobuyuki Kakizaki pada 1995 silam. Lima tahun berteman tanpa pamrih keduanya saling menolong. Hingga pengusaha konveksi asal Jepang ini meminta tolong. Sunny dimintai tolong untuk menjadi suplier tas kulit ke Jepang. Inilah awal mula Robita, mereka tas yang terkenal dikalangan sosialita Jepang.
Nobuyuki, pemilik Real Point. Inc, yang tengah membidik segemen bisnis lain di Jepang. Inilah satu kesempatan buat Sunny untuk menjajal. Ia bahkan memilih keluar dari perusahaan untuk fokus. Tapi sialnya menjadi pengusaha tidaklah mudah. Tidak seperti dibayangkan, Sunny berkali- kali gagal membuat produk.
Pesanan bahkan nol besar tidak laku dipasaran. Alhasil dia hampir kehilangan penjahit andalan, yang satu- satunya dimilikinya. Tidak mudah memang menghadapi kegagalan sepanjang jalan. Tidak laku dijual, apakah strategi Sunny hingga menjadi salah satu brand kelas atas Jepang. Jujur dia sama sekali tidak memiliki pengalaman hingga butuh waktu yang lama.
Produk mereka dinilai kurang berkualitas bahkan gagal. Respon dari pihak Jepang negatif dalam hal kualitas. Untuk menangani inilah dia mengajak seorang penjahit handal. Sayangnya, kembali lagi dia lah yang menjadi sosok utama dan desainer, maka sang penjahit pun merasa bosan dan hendak keluar saja.
“Tapi saya bujuk dia, saya bari rokok dan ajak makan,” selorohnya.
Inilah kelebihan yang dimiliki oleh Sunny Kamengmau. Pengalaman membuat tas memang tidak ia miliki. Tetapi kemampuan untuk mengajak dan memimpin sangatlah kuat. Tekadnya bulat sampai ia berhasil tanpa menyerah. Semakin lama kualitas tasnya semakin bagus untuk dipasarkan.
Ia memuji kesabaran rekan kerjanya dari Jepang itu. Tas yang dihasilkan semakin memuaskan bagi Nobuyaki. Keberhasilan memang tidak bisa sekejab mata suksesnya. Hingga di tahun 2003, Sunny bisa merekrut 15 orang karyawan tambahan, produknya sampai 100- 200 tas per- bulan.
Orang Jepang Suka Handmade
“Orang Jepang itu sangat menyukai handmade,” tuturnya
Tidak mudah menghasilkan produk yang berkualitas. Butuh waktu sampai Sunny mampu membuat tas. Bahkan sampai membuat penjahitnya bosan dan mau keluar. Tetapi, akhirnya situasi membaik, mereka berhasil membuat produk tas berkualitas.
Pesanan bertahap semakin banyak meski awalnya sedikit. Ingat keberhasilan tidak datangnya serta- merta. Bahkan mereka mampu memiliki 100 orang karyawan. Bahkan sejak 2006, mereka mampu memproduksi 5000 tas yang modelnya 20- 30 jenis. Tas yang bernama Robita itu memang tidak biasa.
Rentang tahun 2000 sampai sekarang sudah bisa menjual 700 ribu. Harga tas rentangnya Rp.2 juta sampai Rp.4 juta. Dalam websitenya terdapat dua jenis model yakni Robita dan Robita Warna. Dari bisnis ini ia mampu memboyong keluarganya dari Nusa Tenggara Timur, dibuatkan rumah di Bali.
“Saya akan merasa hidup saya ini sia- sia kalau tidak bisa berbuat sesuatu untuk orang banyak,” ia menjelaskan.
Bahkan saking larisnya ia membuka empat pabrik tas. Tiga pabrik tas di Bali dan satu pabriknya di Yogyakarta. Alasannya memilih Yogya karena penghasil kulit sapi dan kambing. Menjadi pengusaha muda Sunny termasuk ambisius dan visioner. Keinginan besarnya ialah setelah dari Jepang sampai ke Indonesia.
Ia sudah mendirikan satu butik Robita di Seminyak, Bali. Rencanannya untuk membuka dua butik di Nusa Dua dan Ubud. Berbeda dengan Jepang, nama Robita terdengar asing dibanding di Jepang. Nah untuk menguasai pasar Indonesia bagaimana cara Sunny. Ia pun mendapatkan ijin dari rekannya dari Jepang itu.
Pihak Nobuyaki sendiri setuju Sunnya menggunakan merek yang sama. Mengingat berkat Sunny lah perusahaanya mampu berdiri tegak. Bayangkan keuntungan mereka telah mencapai $10 juta, dimana di waktu perusahaanya ditawar $10 juta karena hampir bangkrut.
Jika di Jepang harga jualnya minimal Rp.2 jutaan. Maka di Indonesia rencananya akan dijual kisaran Rp.1,5 jutaan. Kualitas pun dijaga olehnya sangat ketat walupun murah. Mesinya diimpor dari luar negeri, dan benangnya diimpor dari Jerman. Selama 14 tahun Sunny telah dipercaya pemasok dari luar negeri itu.
Sunny telah menemukan passinya sebagai pengusaha muda. Dari tukang kebun menjadi pengusaha tas terkenal Jepang. Ia tertantang untuk selalu memperbaiki citra produknya. Dari aneka jenis yang terus dikeluarkan setiap tahunnya.
Hingga sekarang Sunnya masih menjadi pribadi yang humble. Ketika berkunjung ke Un’s Hotel, ia akan bertemu teman- teman kerjanya. Bertemu sapa dengan atasan dan keluarganya yang berjasa. Ia masih menemukan tempat tidurnya dulu masih utuh. Bahkan stiker- stiker di kamarnya masih ada terpasang di sana.



