Profil Pengusaha Sukses Jane Lu
Mencari kerja sangat sulit bagi anak muda jaman sekarang. Orang tua jaman sekarang cuma berpikir anak mereka kuliah di tempat tepat. Kemudian belajar hingga lulus, bisa masuk ke perusahaan berdasarkan latar belakang pendidikan. Tidak semudah itu ternyata menjalankan hidup. Langkah awal memasuki dunia kerja itu adalah tekanannya.
Ada suatu masa ketika Jane melihat ponselnya. “Saya berkata: Tiga jam telah berlalu, Tiga jam telah berlalu, saya secara harafiah tiga jam lebih mematikan dari sebelumnya dan dari semua yang saya lakukan hanyalah menghapus referensi kedua dari spreadsheet ini … apakah ini hidup saya?
“Jadi saya keluar,” tegasnya.
Pengangguran
Setelah cukup lama membahas hidupnya sebagai pegawai. Dia mulai berpikir apa hal selanjutnya. Itulah yang kemudian membawanya ke sebuah bisnis. Ketika Jane mendengar teman- teman dekatnya sedang memulai sebuah bisnis. Tanpa berpikir panjang keputusan keluar dari perusahaan bulat. Ia merasakan lega, tetapi lain hal rekan kerjanya yang menyebut “idiot”. Pasalnya, ia memilih keluar ketika tengah krisis ekonomi global.
Berbisnis sendiri?
“Semua orang menjadi berlebih- lebihan. Dan di sana saya cuma pergi- berhenti dari pekerjaan saya untuk menjalankan toko pop-up, ” katanya.
Dia memulai sebuah toko retail. “Jadi saya keluar dari pekerjaan dan secara buta mengikuti,” tuturnya. Pada bulan pertama berjalan baik hingga akhirnya sepi. Patner bisnisnya bahkan memilih menarik diri dari bisnis mereka. Itulah akhir dari perusahaan bernama Fatboye Group. Keputusannya keluar dari pekerjaan saat itu didukung penuh oleh keluarganya.
Ia menyebut kedua orang tua adalah inspirasi. Mereka (orang tua) menyebut Jane sangat berani. Tetapi ia melihat keberanian adalah kedua orang tuanya. Bayangkan mereka adalah imigran China yang melepaskan pekerjaan sebagai tukang bersih- bersih dan sebagai buruh. Mereka jauh- jauh pindah ke Australia, memulai sesuatu yang baru.
“Itulah apa yang disebut keberanian,” tutur Jane penuh bangga.
Keluarga memberikan pinjaman untuk membuka toko retail di pusat kota. Sayangnya, seperti dijelaskan apa yang diatas, usahanya bangkrut bahkan meninggalkan hutang $50.000. “Apakah saya lupa menyebut bahwa nama bisnis kami Fatboye Group? Yeah, go figure,” ingat Jane sambil diikuti derai tawa. Pada umunya, ia dalam keadaan sangat jatuh, “…dan saya terlalu banyak harga diri untuk meminta pekerjaan saya lagi,” tutur dia.
Tidak ada pilihan lain kecuali Jane haru kembali ke Ernest & Young. Tetapi tekanan itu kembali hadir bahkan semakin kuat apalagi darah Chinese -nya berdesir; seharunya tidak berakhir begini. Akhirnya, ya, ia memilih untuk keluar lagi. Dia melakukan sendirian atas keputusannya sendiri. Dalam benaknya bayangan orang tua tentang karir ideal.
“Jadi, saya hanya tidak bisa masuk ke diri saya untuk mengatakan bahwa saya telah keluar dari pekerjaan itu (lagi),” ujar Jane. Inilah dimana masa dirinya “membohongi” kedua orang tua. Kegagalan pertama kali itulah yang memaksanya berpura- pura menyesal. Faktanya dia malah berusaha mengembalikan usahanya lagi ke jalan. Meski hidupnya harus terseok- seok mengerjakan bisnis sendirian; tidak ada pegawai tersisa.
“Jadi, itu hanyalah keputusan logis untuk dilakukan. Saya tidak bercerita kepada mereka,” Jane menjelaskan.
Dalam tekanan dirinya butuh akting sempurna. Apalagi faktnya dia masih tinggal bersama orang tua dan satu kesalahan menghancurkan semua. Untuk itulah selama enam bulan, Jane bangun jam enam pagi, langsung memakai pakaian kerja dan “berpura- pura” berangkat kerja. Dan menurutnya hal tersulit menjadi seorang pengangguran adalah harus bangun pagi seperti orang bekerja.
“Jadi, saya akan bangun pagi, mengenakan setelan saya, sarapan dengan keluarga saya. Menunggu bus ke kota, kadang- kadang dengan ibu saya.” Sesampainya di pusat kota, Jane hanya lalu- lalang di CBD (Central Business District) mencoba mencari jalan keluar.
Toko online
Tidak ada hal yang bisa dilakukan Jane ketika itu. Ia pun kembali menggeluti bisnis sebelumnya. Bedanya, ia memilih membuka toko online sendiri dan masih berbohong soal pekerjaan. Tentu orang tua memang tidak akan paham soal jual- beli online dan ia merasa tidak untuk kali ini. Dia tidak menceritakan tentang usaha keduanya ini.
September 2010, Jane bertemu seorang gadis yang ingin membangun bisnis online sendiri, disinilah ia merasa terpanggil. Satu malan ditemani segelas wine munculah nama Show- Pony. Yang mana nama tersebut menjadi Showpo jika diucapkan. Perlua dijelaskan Jane punya hutang dari bisnis sebelumnya, juga hutang dari biaya kuliah, kemudian ditambah hutang karena keluar dari cadetship total, total ada $18.000 hutang baru.
“Itu totalnya $60.000 diumur saya ke 24 tahun. Bukan tempat nyaman untuk memulai usaha atau bukan juga nyaman untuk dimanapun,” jelasnya, mau tak mau usaha kali ini harulah sukses.
Motivasi terbesar dalam mengerjakan bisnis adalah dia tetap bangun pagi. Cuma Jane tidak perlu lagi harus melapor dan bekerja atas apa passion -nya. Mungkin akan enak jika dia bangun kemudian jalan ke pantai bersama teman penganggurannya; tetapi tidak. Setiap hari merupakan bekerja keras dan lebih keras lagi. Ia sadar bahwa sukses akademis dan karir tidak membawa ia kemanapun.
Hidup itu panjang menurut Jane. Tetapi tidak cukup panjang untuk sekedar bersenang- senang saja. Justru ia meyakinkan bahwa kita harus bekerja cerdas bukan keras. Pola kerja kamu memang akan memenuhi setiap sisi kehidupan, tetapi itu tidak membuat kamu monoton. “Jadi mengapa tidak bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja, ” tambahnya.
Dasarnya dia tidak punya uang sama sekali. Bahkan terlalu banyak hutang yang harus ditanggung oleh Jane. Jadi yang bisa dilakukannya hanyalah berpromosi lewat sosial media. Dia mencoba membuat komunitas dan mulai membranding ulang. Komunitas online dan beberapa orang staf akhirnya menjadi wajah dari produk itu sendiri. Ia juga aktif membangun kualitas disetiap foto produknya di Instagram ataupun Facebook.
Disinilah kemenangan produk Jane, ketika perusahaan besar belum masuk ke aspek sosial media. Mereka belum bisa juga mengkapitalisasi internet. Marketing lewat membangun komunitas loyal dimana disana tidak cuma menjual produk.
“Pada dasarnya, saya tidak punya uang ketika saya memulai bisnis sehingga saya perlu sosial media untuk memperkenalkan mereka kepada komunitas,” tutur Jane.
Keluarga Jane merupakan imigran ketika ketegangan politik 1994. Dia masih berumur delapan tahun dan itu adalah pengorbanan orang tua hingga ia berkembang seperti sekarang. Meski menjadi pengusaha online yang ternama di Australia masih meninggalkan perasaan aneh -dijadikan role- model pengusaha wanita pantang menyerah.
Padahal menurutnya, dia hanyalah seorang pemula yang bahkan bisnis pertamanya bangkrut.