Biografi Kevin Plank
Berwajah tampan, punya tubuh atletik, dan merupakan seorang pemain American football. Tapi apa yang dipilihnya justru ada pada dunia entrepreneurship atau kewirausahaan. Tersebutlah namanya Kevin A. Plank, seorang pria tampan asal daerah bernma Kensington, Maryland, merupakan termuda dari lima bersaudara. Rumahnya adalah sebuah daerah sub- urban di Washington D.C. Dia adalah putra dari William dan Jayne Plank. Umur Kevin terpaut tiga belas tahun dari kakak tertuanya bernama Bill.
Karir olah raga
Menikmati musim panasnya bersama ayahnya merupakan kesenangan. Dia belajar banyak tentang bisnis dari sana. Ayahnya, William, akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada Januari 1993 karena kangker darah. Disisi lain, ibunya juga senang mengajak Kevin kecil, berlibur hingga ke Kanada, Hawaii, dan Puerto Rico. Soal berbisnis dalam catatan Wikipedia yang paling sukses di masa muda ialah berjualan bunga. Tapi jauh sebelum waktu itu sudah banyak bisnis dilakukannya.
Sebut saja bisnis membersihkan salju, memotong rumput, memarkirkan mobil (juru parkir.red), atau menjual kaus khas konser. Paling berkesan adalah menjadi kurir mawah di hari Valentine dan juga bekerja di sebuah bar. Intinya bahwa meski berkecukupan Kevin selalu yang paling bekerja keras.
“Dia adalah salah satu pekerja keras yang pernah saya tahu,” imbuh Jayne Plank.
Etik kerja barulah terbentuk ketika dirinya masuk ke Washington Georgetown Prep dan St. John’s Collage High School, dimana kemudia lulus pada 1990. Karena nila akademi yang tidak mendukung Kevin bekerja lebih keras. Dia masuk sekolah persiapan lagi selain Washington Georgetown yakni Fork Military Academy di kawasan Virginia. Ia masuk University of Maryland pada Agustus 1991.
Di kampus, Kevin aktif dalam kegiatan kampus. Salah satunya masuk ke dalam tim American football mereka. Meski namanya masuk dalam pemain berbakat di Sekolah Menengah. Namanya disebut sebagai salah satu yang terbaik dalam tim di sekolah menengah oleh USA Today di tahun 1990 (majalah.red); Kevin tak dapat perlakuan khusus ketika masuk kampus. Sebuah tim bernama Terrapins mengijinkannya masuk tanpa lewat jalur beasiswa.
Justru ia mengambil kesempatan beasiswa ketika mulai berjalan. Ya, dia barulah menunjukan kesuksesan pada saat dirinya ada dalam tim; lantas mendapatkan beasiswa. Sebagai pekerja keras itulah nilai dirinya yang tak bisa terbantahkan. Dalam tim -nya biasanya ia akan bekerja sebagai fullback atau linerbacker untuk the Terrapins. Dia bahkan bisa masuk menjadi kapten tim. Apakah rahasianya? Ternyata selama lima tahun ia tak pernah melewatkan pelatihan.
“Kevin memiliki 5-10 pounds, tidak sangat cepat, tidak super kuat. Dia sama sekali tidak cocok dengan profil yang kita cari,” ujar Dwight Galt, pelatih Terrapins. “Tapi dia merupakan jenis yang berusaha untuk ada di lapangan. Kami tidak punya pilihan selain menaruhnya disana.”
Berbicara mengenai jodoh maka itulah masa kuliah. Kevin bertemu istri masa depannya ketika baru masuk ke universitas. Wanita bernama Desiree Jacqueline “D.J” Guerzon, ditemuinya ketika membeli sebuah buku di sebuah acara kampus.
Bisnis sampingan
Jauh sebelumnya dikala masih sekolah menengah Kevin berbisnis. Dia bersama saudaranya bernama Scott baru saja pulang dari Guatemala -dimana ia berpetualang untuk belajar bahasa Spanyol. Sepulang dari sana dibawanya satu tas penuh berisi gelang rajut warna- warni. Dia mengajak kedua saudaranya untuk bersama berjualan gelang tersebut seharga $20. Ketika mereka berjualan kenyataanya hanya dirinya yang sukses. Ia bisa menjual tujuh kali lebih banyak.
Dengan sifatnya yang easy going membuatnya mudah diterima. Menjual lebih banyak tentu bukan perkara sulit bagi Kevin. Sebelum musim murid baru dikala itu nilai akademisnya tak begitu baik. Bahkan menurut kesaksian seorang teman sekelas bahkan itu tidak diatas rata- rata. Kevin menolak mengungkapkan masalah itu kepada kedua orang tuanya. Dia selalu jadi anak baik tapi selalu ada masalah terus- menerus. Tapi selalu saja orang tuanya percaya “He will always be OK.”
Pindah sekolah membuatnya lebih bersemangat. Akan ada hari baru baginya dalam hal- hal baru seperti hal American football. Selain itu, ia dikenal aktif di bidang olah raga lain, seperti lacrosse dan bahkan ia dikenal bergelar MVP ketika di tim football -nya. Sosoknya yang pekerja keras memiliki tujuan hidup pasti. Bahkan ia rela bertahan untuk bermain satu tahun lagi cuma untuk menuju kelas kampus. Meski ditolak beasiswa untuk masuk Maryland; ia tetap masuk.
Dia telah memiliki tujuan untuk bermain disana. Mau apalagi selain bekerja lebih keras dibanding apa yang ia hadapi.
Bertemu istri masa depannya membuat hidupnya berbeda. Kevin selalu mengajak kekasihnya D.J dalam aneka bisnis digelutinya. Teman sekolahnya menyebut itulah sosok Kevin Plank yang menghormati uang. Ia akan begitu semangat mengajaknya berbisnis sesuatu. Kembali ke masa kuliah, dia hobi berjualan aneka kaus kepada teman- temannya. Sang kekasih D.J mengingat ketika pacarnya itu mencoba menjual satu buah kaos ketika konser Grateful Dead.
Dia membenci kausnya ketika berada di tim. Kevin selalu memotong setengah T- shirtnya karena panas dan dia begitu berkeringat. Dia tak terbiasa dengan T- shirt berbahan katun. “Itu akan begitu basah,” jelasnya. “Saya mengganti itu setiap ada kesempatan,” umbuhnya. Kemudian memorinya tertuju di sebuah hari ketika ia dikamar asramanya. Ketika itu musim seniornya, Kevin mengingat, pertama kali mendesain kaus pertama Under Armour.
“Saya berpikir, saya menemukan, saya akan membuat sebuah T- shirt,” tutupnya.
Sebelum memasuki bisnis impianya tersebut. Kevin sudah mengerjakan sebuah bisnis fenomenal. Itulah bisnis mawar, menjual mawar ketika hari Valentine tiba. Sebuah bisnis musiman tapi cukup menghasilkan dimana ia mengumpulkan $17.000. Uang tersebut kemudian digunakan sebagai modal bisnis kausnya. Dia kemudian mencari kain yang bisa digabungkan dengan Hanes cotton T- shirt. Dimana bahan itu sangatlah ringan dan juga mudah kering.
Kamu tau bahan tersebut terinspirasi dari pakaian dalam wanita aka lingerie. Dia kemudian menemukan satu tukang jahit, membayar mereka $480 untuk tujuh prototipe. Kevin kemudian mencoba mereka kepada satu tim -nya di Maryland. Sukses lulus dari University Maryland, bertitle Sarjana Business Administration, di tahun 1996 langsung disusul bisnis Under Armour. Dia langsung mengendarai kendaraan menuju ke sebuah distrik garmen di New York.
“Saya punya 500 T- shirt siap pakai, dan saya langsung menghubungi setiap manajer perlengkapan olah raga di Atlantica Coast Conference yang mau mendengarkan diri saya,” ungkapnya.
Dia menghubungi mantan tim -nya. Menyebarkan Under Armour melalui marketing mulut ke mulut. Bahkan ia rela mensponsori mereka. Awalnya, perusahaan bernama Under Armour cuma sebuah rumah milik nenek yang sudah usang di Georgetown. Kevin mendeskripsikan neneknya sebagai “tough- old broad”, sosok yang tangguh, yang sukses berbisnis real- estate hingga meninggalnya. Dia meninggal antara tahun 1996 pada umur 93 tahun; dia salah satu guru bisnisnya.
Kevin meminta bantuan teman sekolahnya pas SMA dan kekasihnya D.J, yang tengah sibuk bersekolah perawat di Georgetown University. Di tahun 1996, bisnis kecil- kecilan pakain olah raga tersebut sukses untuk menghasilkan $17.000 cuma dari promosi mulut ke mulut. Kunci sukses Under Armour: Ia selalu percaya diri, membuat gambaran bahwa bisnisnya terlihat besar dan luas dari sebenarnya. Padahal seperti yang kamu tau ia menjalankan ini cuma dari rumah tua neneknya.
Tahun berikutnya guna memenuhi permintaan perusahaan melakukan trobosan. Sebuah trobosan berani, ia yang cuma bisnis rumahan, pergi menuju sebuah pabrik di Ohio. Disana dibuatlah T- shirt sesuai apa yang telah ia patenkan. Dia bahkan punya tunggakan kartu kredit $40.000 untuk lima kartu kredit. Kevin tengah bertaruh memenuhi permintaan senilai $100.000. Patner kerjanya menyebut langkah Kevin gila. Jangan lah kamu melangkah sejauh itu jelasnya.
Kevin Plank tak peduli dan terus berbisnis sampai berhutang- hutang. Dia bahkan tak mengindahkan saran bahwa mereka tak bisa melawan pemain besar. Kala itu, dalam sebuah pameran produk, bahkan pihak Nike tak mau melongok Under Armour.
Puncaknya ketika tahun 1999, disaat rilis film American Football milik Oliver Stone, yang mana film itu berjudul Any Given Sunday, dengan aktor Jamie Foxx mengenakan produk Under Armor di sebuah loker. Saaat itu, Kevin harus memohon langsung agar produknya bisa dipasang. Bahkan berani mengirimkan banyak contoh- contoh produk. Ia mengirimkan ke desainer kostum dan meyakinkan asisten Stone agar mau menggunakan produknya.
Cara marketing lain menyusul ialah ketika film itu meluncur. Dia mengambil keputusan untuk menjual “cerita” bagaimana Under Armour ada. Perusahaan lantas mengeluarkan $25.000 untuk biaya iklan. Kevin Plank lalu meluncurkan iklan di majalah ESPN the Magazine. Dia menyebut bahwa inilah titik balik bisnisnya. “Kami menghasilkan $750.000 di penjualan dari iklan tersebut,” kenangnya. Tiga tahun setelah dirinya memulai apa yang bernama Under Armour, kini, Kevin telah mendapat bayarannya.
Di tahun 2001, sosoknya disebut sebagai pembawa perubahan besar bagi pengalaman beratlit menurut versi Forbes. Dia tercatat nomor 3 di daftar 40 Under 40 dan masuk American’s 20 Most Powerful CEOs 40 and Under. Total keuntungannya telah melebihi $1 miliar pada 2010. Kevin Plank merupakan pemilik saham mayoritas dan punya mengkontrol hak voting, memiliki 12,5 miliar saham kelas B, atau jika diuangkan akan senilai $750 juta di Agustus 2011.
Tak berhenti, masih versi Forbes, di tahun 2012 nilai kekayaannya mencapai $1,05 miliar. Dan, pada April 2015, kekayaanya senilai $3,5 miliar.