
Penulis kali ini menemukan artikel menarik di Detik.com. Kebetulan pola pikir kaya inilah yang sedang coba dijalankan penulis. Artikel yang ditulis oleh Tum Desem Waringin, yang berjudul Si Miskin Bekerja Untuk Uang, Si Kaya Mepekerjakan Uang. Ketika kamu usai sekolah menengah kita pasti sering mendengar (beberapa) orang memilih langsung bekerja dan menikah. Harapannya sih bersama- sama bersama istrinya itu akan bekerja sama mencari uang.
Dua- duanya sama- sama saling mencukupi, tapi bagaimana selanjutnya?
Berjalan waktu kedua -nya lantas berani mencicil rumah, kemudian datanglah kabar si perempuan hamil. Nah, kemudian, sang laki- laki akan bekerja makin keras untuk membiayai anaknya. Dari bekerja sebagai seorang karyawan, bekerja keras untuk biaya anak, maka akhirnya bisa naik jabatan dan dapat uang lebih. Kemudian punya cukup uang untuk mencicil mobil. Berjalannya waktu uang yang dibutuhkan akans semakin besar.
Seiring anak- anak tumbuh dewasa, rumah semakin kecil, dan gaji semakin kurang. akhirnya semakin besar kebutuhan uang maka laki- laki akan bekerja lebih giat. Mencari sana- sini hingga bisa punya lebih banyak uang. Ketika itu mungkin dia sudah diangkat menjadi direktur. Sudah punya rumah besar? Anak- anak makin besar, apalagi kalau bukan mobil baru? Ya, dia akan mencicil mobil baru berbekal uang menjadi direktur itu. Tapi apakah itu akan berhenti tentu tidak.
Bekerja untuk uang berarti membiarkan diri kita bekerja karena kebutuhan. Ketika nanti kebutuhan naik jabatan kita akan naik, sayangnya, umur kita tak cukup untuk mengikuti pola kerja semacam ini. Makanya disebut si miskin bekerja untuk uang. Mungkin kamu akan bertanya tapi kan sudah direktur? Kenyataanya di sudut dunia lain, ada juga, orang- orang yang bekerja bukan untuk uang. Itulah kiranya yang coba dijabarkan oleh TDW. Bukan lah berarti cara hidup ini salah dan ini tepat hidup sederhana.
Faktanya beberapa orang tak cukup kuat dan pada akhirnya jatuh. Secara fisik tak mampu mengikuti pola diatas dan akhirnya sakit karena umur. Akhirnya yang terisasa adalah justru tumpukan hutang piutang karena memilih bekerja untuk uang. Apakah kita tak mau hidup seperti orang- orang kaya disana. Yang menikmati hari tua dan meninggalkan warisan cukup. Setidaknya meninggalkan warisan agar tak hidup ‘ngoyo’ seperti apa yang dicontohkan kita.
Orang kaya itu sederhana
TDW melanjutkan disisi lain, ada seorang laki- laki, memilih untuk tidak menjalin hubungan. Mereka adalah yang begitu lulus mencari pendidikan atau pengalaman, mencari koneksi atau hubungan, mencari modal untuk bisa bekerja. Bukankah semakin banyak ilmu semakin kreatif kita. Itulah mereka yang memilih untuk mencari ilmu terlebih dahulu. Mereka tak terburu untuk membangun sebuah rumah tangga. Mereka menundang hal- hal menyenangkan seperti malam minggu.
Mereka menunda kesenangan memilih mengumpulkan uang. Lantas menggunakan uang tersebut untuk bisnis. Dan taukah kalau entrepreneur itu bekerja 63% lebih lama dari orang normal. Yang artinya waktu mereka akan lebih banyak untuk bekerja. Sayangnya, mereka memilih bekerja diawal, tidak ada orang yang mau jadi entrepreneur untuk menghindari bekerja. Menjalankan usaha atau bekerja sendiri berarti bekerja lebih ekstra, lebih lama, dan lebih melelahkan.
Orang- orang ini akan menginvestasikan waktu, pengetahuan, dan cinta mereka. Dimana pada akhirnya uang akan bekerja untuk mereka. Karena pola diatas mereka telah terbiasa untuk menunda kesenangan. Lalu juga terbiasa untuk menyisihkan uang untuk bekerja kembali. Dengan ilmu yang didapat dari kampus, atau dari manapun, tapi jangan salah lulusan SMA berarti tidak bisa sukses. Tapi juga bisa berarti bekerja berkali- kali dan berkali- kali lipat dengan entrepreneur yang lulusan universitas.
Lulus SMA paling mentok jadi buruh dan itu menyita waktu kamu untuk belajar. Memilih mengumpulkan pengalaman dan pengetahuan membuka peluang mengumpulkan lebih banyak modal: kamu akan tau apa itu saham, investasi kos- kosan, dan lain- lain. Memilih tidak menikah juga berarti tak mengeluarkan uang untuk resepsi, sewa rumah, biaya persalinan, dan biaya pendidikan, yang itu bisa kamu gunakan untuk berinvestasi atau memulai berbisnis kembali.
Dalam sebuah artikel lain, sebuah survei, menunjukan seorang entrepreneur bisa bekerja samapi 64% lebih lama dari pegawai. Itu berarti pemilik usaha akan bekerja 52 jam per- minggu. Pada akhirnya kembali ke kamu mau bekerja untuk uang atau mempekerjakan uang. Intinya sih, menurut penulis, adalah tujuan kamu dulu apakah mengikuti kebutuhan uang atau mengumpulkan uang. Menurut artikel di Realbusiness.co.uk bahwa entrepreneur akan memilih lebih banyak uang daripada lebih banyak waktu (senang- senang).