
Orang banyak mengira bahwa dengan biomasa seperti serbuk gergaji
ketika dipadatkan akan menaikkan nilai kalor atau panasnya, padahal itu tidak
sepenuhnya tepat. Pemadatan atau densification menjadi pellet atau briket memang menaikkan ke padatan atau densitias-nya sehingga berat atau massa-nya
tinggi sedangkan volumenya kecil, sebagai contoh serbuk gergaji ketika belum
dipadatkan kepadatannya hanya berkisar 200 kg/m3 dan setelah dipadatkan menjadi
pellet menjadi 650-700 kg/ m3 dan bisa lebih dari 1.000 kg/m3 ketika
dibriketkan. Hal tersebut yang membuat biomasa tersebut menjadi efisien untuk
ditransport dalam jarak jauh, mempermudah handling, pembakaran dan sebagainya.

Memang
sebelum dipadatkan menjadi pellet atau briket tersebut, biomasa padat tersebut
harus memiliki tingkat kekeringan 5-10% sehingga bisa dipadatkan. Ketika
biomasa itu basah atau memiliki kadar air yang tinggi, maka pengeringan
tersebut akan meningkatkan nilai kalor. Sedangkan bula biomasa tersebut awalnya
sangat kering katakan dengan kadar air kurang dari 5% maka untuk mencapai
tingkat kekeringan yang dikehendaki (5-10%) maka perlu tambahan air atau
dibasahi tentu hal ini bukannya menambah nilai kalor tetapi malah mengurangi
nilai kalor. Jadi peningkatan nilai kalor biomasa tersebut dapat dilakukan
dengan mengurangi kadar airnya atau mengeringkannya bahkan hingga mengurangi
seminimal mungkin kadar volatile matternya serta meningkatkan kandungan karbon
terikatnya (fix carbon). Proses pirolisis baik torrefaction / torefaksi (mild pyrolysis) dan karbonisasi
/pengarangan (slow pyrolysis) adalah proses untuk meningkatkan nilai kalor biomasa padat
tersebut.
sebelum dipadatkan menjadi pellet atau briket tersebut, biomasa padat tersebut
harus memiliki tingkat kekeringan 5-10% sehingga bisa dipadatkan. Ketika
biomasa itu basah atau memiliki kadar air yang tinggi, maka pengeringan
tersebut akan meningkatkan nilai kalor. Sedangkan bula biomasa tersebut awalnya
sangat kering katakan dengan kadar air kurang dari 5% maka untuk mencapai
tingkat kekeringan yang dikehendaki (5-10%) maka perlu tambahan air atau
dibasahi tentu hal ini bukannya menambah nilai kalor tetapi malah mengurangi
nilai kalor. Jadi peningkatan nilai kalor biomasa tersebut dapat dilakukan
dengan mengurangi kadar airnya atau mengeringkannya bahkan hingga mengurangi
seminimal mungkin kadar volatile matternya serta meningkatkan kandungan karbon
terikatnya (fix carbon). Proses pirolisis baik torrefaction / torefaksi (mild pyrolysis) dan karbonisasi
/pengarangan (slow pyrolysis) adalah proses untuk meningkatkan nilai kalor biomasa padat
tersebut.
![]() |
Contoh berbagai jenis pellet fuel, dari wood pellet, bark pellet hingga charcoal pellet; photo diambil dari sini |
Nah
setelah ditingkatkan nilai kalornya melalui pengeringan hingga pirolisis
tersebut maka dengan diikuti proses pemadatan akan semakin bagus kualitas bahan
bakar tersebut yakni dalam hal nilai kalor dan volume. Sebagai contoh ketika
arang kayu yang memiliki fix carbon 85% dengan nilai kalor 7500 kcal/kg dengan
kepadatan 400 kg/m3 lalu dibuat pellet dengan kepadatan 650 kg/m3 maka dalam
volume 1 m3 memiliki kandungan panas lebih tinggi yakni 3.000.000 kcal pada arang
kayu dan 4.875.000 kcal pada pellet atau karena kepadatannya (densitas) lebih tinggi.
setelah ditingkatkan nilai kalornya melalui pengeringan hingga pirolisis
tersebut maka dengan diikuti proses pemadatan akan semakin bagus kualitas bahan
bakar tersebut yakni dalam hal nilai kalor dan volume. Sebagai contoh ketika
arang kayu yang memiliki fix carbon 85% dengan nilai kalor 7500 kcal/kg dengan
kepadatan 400 kg/m3 lalu dibuat pellet dengan kepadatan 650 kg/m3 maka dalam
volume 1 m3 memiliki kandungan panas lebih tinggi yakni 3.000.000 kcal pada arang
kayu dan 4.875.000 kcal pada pellet atau karena kepadatannya (densitas) lebih tinggi.