Profil Pengusaha Sumarsono
Berbisnis Seni
Keluarga Sumarsono kebanyakan seniman. Khususnya dia tinggal diantara para seniman patung. Kemudian dia mengingat kerajinan masa sekolah. Bubur kertas. Dia berpikir kenapa tidak dibikin sesuatu.
Sebelum memulai membuat bubur kertas. Ia pernah mencoba pakai panel kayu. Bahan bekas sengaja dia pilih karena murah dan go green. Tidak cuma papan, ada pelepah pisang, kemudian terakhir bubur kertas, menjadi pilihan utamanya.
Melalui pameran dia mendapatkan masukan baru. Katanya jualan Sumarsono kemahalan. Dan ukurannya terlalu besar. Sulit buat dibawa orang perjalanan jauh. Khususnya buat panel lukisan yang dibandrol harga Rp.1,5 juta.
Kerja Keras
Agar pengepul tetap menjual ke dia. Dirinya ikhlas menaikan nilai beli sampai Rp.2000 per- 1kg. Maka para pengepul mendapatkan untung Rp.1000. Biaya produksi untungnya rendah. Menekan harga jual tetap dia bisa lakukan.
Uang segitu 20% nya dipakai produksi. Total Sumarsono tidak mengandalkan pinjaman bank sama sekali. Ia menjamin panel buatanya akan selalu berbeda. Akan ada desain baru setiap kali ada kesempatan. Juga ia akan aktif mengikuti aneka pameran.
Warna era 80 -an dihidupkan kembali lewat dominasi oranye. Meskipun beda desain ataupun ukuran, dia tetap menyasar rumah konsep minimalis. Warna dasarnya berusaha memakai hitam. Tujuannya agar dapat dengan mudah ngeblend dengan warna cat rumah apapun.
Tidak cuma jualan saja. Ia menularkan konsep daur ulang juga. Dia memberikan pelatihan umum. Menjadi pembicara berbagai kegiatan bertama daur ulang. Dari NTB, Serang, dan Jakarta dia telusuri menjadi ahli di bidangnya.
Dari menjadi pembicara dan pelatihan, eh ternyata, ia bisa menghasilkan uang juga. Terutama jika dia beri pelatihan khusus. Bisa mencapai Rp.2,5 juta buat pelatihan. Dia sendiri tidak khawatir banyak pesaing. Ia beralasan setiap orang punya gaya lukis sendiri.