
![]() |
Grafik harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, diambil dari sini |
![]() |
Grafik harga CPO, diambil dari sini |
Dari sisi produksi untuk menekan biaya produksi adalah peningkatan efisiensi khususnya mengurangi komponen biaya tinggi khususnya pupuk kimia non subsidi tersebut. Integrasi perkebunan kelapa sawit dan peternakan domba menjadi solusinya. Kotoran-kotoran domba digunakan untuk pupuk perkebunan kelapa sawit. Dengan area perkebunan sawit yang mencapai ribuan hektar bisa mengalokasikan 5-10% luas lahan tersebut untuk peternakan domba tersebut. Semakin banyak pupuk kimia non subsidi bisa direduksi semakin berkurang biaya produksi tetapi selain itu sebenarnya peternakan domba itu sendiri bisa mendatangkan keuntungan lebih menarik. Indonesia yang masih defisit daging serta konsumsi rendah perkapita terhadap daging juga bisa diatasi dengan peternakan ini. Beberapa waktu lalu ada rencana pemerintah untuk mengimport daging kerbau 100 ribu ton dari India untuk menutup defisit tersebut, sehingga seharusnya hal ini bisa diatasi juga dengan peternakan tersebut. Pasar export domba juga menjanjikan yakni seperti Arab Saudi yang membutuhkan sekitar 2 juta ekor setiap tahunnya dan seperempatnya (500 ribu ekor) pada musim haji. Domba ini juga bisa menjadi harta terbaik muslim, lebih detail baca disini.


Dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang mencapai 12 juta hektar tentu sangat mungkin mencapai swasembada daging dengan mengintegrasikanya dengan peternakan domba. Selain itu tentu pemerintah seharusnya mengupayakan kemajuan industri sawit sebagai bagian mensejahterakan rakyatnya. Tentu saja dengan solusi jitu yang bisa dilakukan seperti atase-atase perdagangan di luar negeri bisa di instruksikan untuk promosi sawit Indonesia. Dan pada akhirnya semakin efisien produksi dan semakin besar permintaan produk sawit maka harga kelapa sawit berikut produk sawitnya juga meningkat serta memberi keuntungan yang lebih menarik bagi para petani dan pengusahanya.